Perjalanan Bisnis Salim Group hingga Jadi Salah Satu Konglomerat di Indonesia

Anda pasti tidak asing dengan salah satu bank terbesar di Indonesia, BCA. Bagi penikmat Indomie, Anda tentu mengetahui juga bahwa produk tersebut adalah buatan Indofood. 

Namun, tahukah Anda bahwa kedua perusahaan terbesar di bidangnya tersebut bukanlah perusahaan induk yang berjalan sendiri, melainkan adalah sebuah anak perusahaan.

Ya, Bank Central Asia atau BCA dan Indofood adalah anak subsidiary dari sebuah kerajaan bisnis di Indonesia, Salim Group. Salim Group Indonesia adalah perusahaan induk dari beragam bidang usaha besar seperti Bogasari, Indomobil, Super Indo, hingga Indomaret yang kini sudah banyak tersebar di seluruh penjuru Indonesia.

Dengan sektor bisnis yang amat luas dan disegani, Salim Group dapat dikatakan sebagai perusahaan garda terdepan di pasar Indonesia. Bagaimana tidak, Salim Group memiliki bisnis di sektor perbankan, industri makanan, bahan bangunan, ritel, hingga otomotif. Dan juga turut mengembangkan sayapnya dengan membangun beragam yayasan.

Banyaknya perusahaan besar yang dikelola oleh Salim Group memang membuat siapa saja yang mendengarnya akan berdecak kagum. Namun, seluruh pencapaian Salim Group tentu tidak akan bisa diraih tanpa membumbuinya dengan sedikit rasa pahit. 

Untuk itu, simak inspirasi perjuangan hidup yang dilakukan oleh pendiri dari Salim Group hingga bisa menjadi salah satu konglomerasi terbesar di Indonesia seperti saat ini.

Sejarah Perjalanan Bisnis Salim Group di Era Sudono Salim

Membicarakan soal awal mula perjalanan bisnis Salim Group Indonesia tentu perlu membahas sedikit kisah hidup dari Sudono Salim, sang pendiri. Sebagian dari Anda mungkin telah mengenal Sudono Salim serta cerita hidupnya dalam merintis usahanya hingga menjadi sebuah konglomerasi di Indonesia.

Siapa yang sangka bahwa pria asal Tiongkok ini mampu mewujudkan mimpinya sebagai seorang pebisnis besar di negeri orang. Ya, Sudono Salim adalah seorang warga Tiongkok yang merantau ke Indonesia untuk mengadu nasib. 

Namun, berkat perjuangan tersebut Sudono Salim mampu mendirikan kerajaan bisnis dan membuka lapangan kerja di Indonesia yang sudah tak terhitung.

Di awal kedatangannya di Indonesia, Sudono Salim hanyalah seorang buruh di sebuah pabrik tahu dan kerupuk di Kudus, Jawa Tengah. Bahkan, sebelum sampai di Kudus, Ia sempat menjadi gelandangan selama empat hari di Surabaya sembari menunggu sang kakak menjemputnya untuk berangkat bersama menuju Jawa Tengah.

Memiliki semangat untuk bisa menjadi pribadi yang sukses, pria yang memiliki nama lahir Liem Sioe Liong, tidak puas hanya dengan menjadi seorang buruh. Sembari bekerja, beliau berusaha mencari inspirasi bisnis yang mungkin untuk dijalankan pada saat itu. Hingga pada akhirnya, Sudono Salim melihat perdagangan cengkeh serta tembakau sebagai peluang bisnis yang menjanjikan.

Menikahi Lilani atau Lie Kim Nio, Sudono Salim mendapatkan modal bisnis dari mertuanya yang dikenal sebagai salah seorang saudagar ternama di Kudus. Dari modal itulah Sudono Salim mampu mengikuti jejak sang mertua menjadi bandar cengkeh yang disegani di Kota Kudus hanya dalam kurun waktu satu tahun saja. 

Rahasianya adalah Sudono Salim mampu bekerjasama dengan supplier cengkeh asal Sumatera sampai Sulawesi. Terlihat dari tekad tersebut, Sudono memiliki sifat yang gesit dan mampu melihat peluang bisnis hingga membuatnya bisa menjadi seorang pengusaha ternama.

Baca Juga: Inspirasi Sudono Salim: Dari Gelandangan Tiongkok hingga Jadi Bos Indofood

Jatuh Bangun Salim Group Indonesia

Meski modal yang dimiliki hanyalah pemberian dari sang mertua, Ia dapat mengembangkannya dengan sebaik mungkin hingga bisnis yang dikelola bisa segera meroket.

Namun, Sudono Salim harus mengalami pengalaman pahit kembali karena bisnis cengkeh yang dikelolanya tersebut bangkrut. Bukan dari kesalahannya sendiri, bisnis cengkeh tersebut bangkrut karena adanya invasi dari pihak Jepang yang membuat hampir semua kegiatan masyarakat Indonesia menjadi terhenti. 

Alhasil, Ia pun harus kembali mencari solusi usaha lain dalam selang waktu 3 tahun dari penjajahan Jepang tersebut.

Pada 1945, pasca Jepang telah memberikan kemerdekaan kepada Indonesia, intuisi bisnis Sudono Salim kembali diuji. Ia berusaha mencari peluang bisnis lain yang mampu mengembalikan masa kejayaannya. 

Melihat Bangsa Indonesia yang masih berjuang melawan Belanda yang ingin berkuasa kembali, Ia memutuskan untuk berbisnis kebutuhan logistik, kebutuhan medis, hingga persenjataan bagi tentara pejuang.

Tak berhenti sampai disitu, setelah bisnis logistik yang dikelola mulai berkembang. Sudono Salim merambah ke usaha lain di bidang produksi sabun dan produk yang dibutuhkan oleh tentara, khususnya anggota TNI Angkatan Darat. 

Insting bisnis Sudono Salim tersebut tentu berada diluar nalar masyarakat awam karena di keadaan kacau pun ia mampu melihat peluang bisnis yang menjanjikan.

Hingga pada tahun 1950-an, Sudono Salim membuka bisnis baru di bidang perbankan dan memfokuskan layanan pada pemberian pinjaman kredit. Ide bisnis ini juga muncul karena Sudono Salim membaca keluhan masyarakat yang tidak mampu membeli barang yang dijual dengan cara tunai. 

Inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya Central Bank Asia di tahun 1960 yang kini dikenal dengan nama Bank Central Asia.

Setelah kinerja Bank Central Asia dapat dikatakan mapan, Ia kembali mencari ide usaha lain yang cemerlang. Mengetahui bahwa masyarakat Indonesia terlalu bergantung pada kebutuhan nasi, Sudono Salim mulai mengembangkan bisnis tepung terigu. Tepung terigu Bogasari ada sebagai upaya mengurangi konsumsi publik akan produk nasi.

Kepemilikian beberapa perusahaan oleh Sudono Salim, menggerakannya untuk membentuk sebuah perusahaan utama yang diberi nama Salim Group Indonesia. 

Perjalanan Salim Group Indonesia Ditangan Sang Anak, Anthony Salim

Berusia senja ditambah dengan kondisi Indonesia yang mengalami krisis moneter di tahun 1998. Sudono Salim memutuskan untuk mewariskan bisnisnya kepada sang anak, Anthony Salim. Anthony memiliki tantangan yang sangat besar pada awal mula Ia menjadi pemegang utama Salim Group.

Pasalnya, pasca krisis moneter Indonesia tersebut, Salim Group berada diambang kebangkrutan karena memiliki utang mencapai 55 triliun Rupiah. Dampak krisis moneter memang cukup dahsyat karena dapat membuat sebuah perusahaan raksasa untuk gulung tikar.

Namun, Anthony Salim selaku pemilik dari Salim Group juga mewarisi insting bisnis seperti sang ayah. Sebagai upaya untuk melunasi utang tersebut, Anthony Salim rela untuk melego atau melepaskan sejumlah saham pada beberapa subsidiary Salim Group, seperti BCA, Indocement, dan juga Indomobil. 

Keputusan ini terbukti dapat menyelamatkan Salim Group beserta sejumlah anak perusahaannya dari ambang kebangkrutan. Dibawah kepiawaian Anthony Salim dalam mengelola Salim Group, Indofood dan Bogasari berhasil digadang-gadang sebagai produsen mie instan dan tepung terbesar tak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia. 

Hal ini tentu menjadi bukti nyata bahwa masa kejayaan Salim Group telah kembali hingga saat ini. Bahkan, sama halnya keputusan yang dilakukan ayahanda, Anthony Salim juga mulai mengembangkan bisnis di sektor yang berbeda. Kini, Salim Group telah menjadi salah satu perusahaan raksasa dan paling berpengaruh di Indonesia. 

Baca Juga: Yuk, Sontek Resep Sukses Berbisnis dari Bos Indofood!

Kinerja Perusahaan Salim Group Dimasa Kini

Salim Group memang memiliki banyak anak perusahaan yang beroperasi di banyak sektor bisnis yang berbeda. Akan tetapi, hal tersebut tidak menghalangi perusahaan konglomerat itu untuk senantiasa menampilkan laporan keuangan yang positif dan melebarkan sayap bisnisnya. 

Hal ini dibuktikan dengan pergerakan harga saham subsidiary Salim Group yang selalu beranjak naik dan menguntungkan para pemilik sahamnya. Tak ayal banyak para pemain saham yang berlomba untuk membeli saham dari Salim Group ini. 

Meski memiliki banyak perusahaan di berbagai bidang usaha, ada beberapa saham Salim Group yang menjadi idaman para pemain saham. Berikut penjelasannya.

1. Indofood

Dikenal sebagai perusahaan produsen mie instan terbesar di dunia. Indofood menjadi idaman para pemain saham.

Alasan utamanya dikarenakan Indofood memiliki banyak produk andalan yang laku dijual di pasaran. Hampir setengah dari saham Indofood dapat dibeli oleh publik.

2. Indomobil

 

Sumber: truckmagz.com

Selain itu, saham Salim Group yang lain, Indomobil, juga banyak menjadi incaran investor umum. Berfokus pada bidang retail hingga pembiayaan kendaraan bermotor, kinerja Indomobil kerap menunjukkan pergerakan yang positif. 

Hal inilah yang membuat investor publik gemar membeli saham dari anak perusahaan Salim Group ini.

Salim Group Terlahir dari Tekad serta Kerja Keras yang Dimiliki oleh Sang Pendiri dan Anaknya

Tanpa keinginan kuat Sudono Salim untuk merubah peruntungannya yang sempat terpuruk, Salim Group mungkin tidak akan terlahir dan berkembang hingga saat ini. 

Perjuangan sang anak, Anthony Salim, untuk bangkit dari utang triliunan pun turut menjadi pelajaran yang perlu untuk ditiru oleh siapa saja. Untuk itu, bagi Anda yang sedang berusaha menggali jalan kesuksesan, jangan mudah menyerah terhadap kesulitan yang dihadapi. 

Anggap hal tersebut sebagai tantangan yang bisa memacu Anda untuk menjadi pribadi yang lebih berkualitas.

Baca Juga: 15 Perusahaan Terbesar di Indonesia