Syarat Serta Prosedur Jual Beli Tanah dan Bangunan  

Tanah dan bangunan adalah kebutuhan primer manusia yang tidak terelakkan. Akan datang saatnya nanti Anda ingin mencari rumah idaman Anda. Untuk itu, Anda akan melalui serangkaian transaksi jual beli tanah dan bangunan. Meskipun rumit, Anda perlu bersabar demi mewujudkan mimpi Anda memperoleh tanah dan rumah impian.

Menurut Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), jual beli adalah proses yang dapat menjadi bukti adanya peralihan hak dari penjual kepada pembeli. Prinsip dasarnya adalah terang dan tunai, yaitu transaksi dilakukan di hadapan pejabat umum yang berwenang dan dibayarkan secara tunai. Ini artinya jika harga yang dibayarkan tidak lunas maka proses jual beli belum dapat dilakukan.

Dalam hal ini pejabat umum yang berwenang adalah PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) diangkat oleh kepala Badan Pertanahan Nasional RI. Kewenangannya untuk membuat akta-akta tertentu, seperti Akta Jual Beli, Tukar Menukar, Hibah, Pemberian Hak Bangunan atas Tanah Hak Milik, Pemberian Hak Tanggungan, Pemasukan ke dalam Perusahaan, Pembagian Hak Bersama dan Pemberian Hak Pakai atas Tanah Hak Milik.

Sebelum melakukan proses jual beli, penjual maupun pembeli harus memastikan bahwa tanah tersebut tidak sedang dalam sengketa atau tanggungan di Bank. Jika tanah tersebut sedang dalam permasalahan maka PPAT dapat menolak pembuatan Akta Jual Beli yang diajukan.

Adapun transaksi jual beli membutuhkan data-data yang akurat selama proses berlangsung.

1. Data Penjual

Data Penjual via hotforsecurity.com

 

Adapun, data penjual yang perlu disiapkan, antara lain:

  • Fotokopi KTP (apabila sudah menikah maka fotokopi KTP Suami dan Istri);
  • Kartu Keluarga (KK);
  • Surat Nikah (jika sudah nikah);
  • Asli Sertifikat Hak Atas Tanah yang akan dijual meliputi (Sertifikat Hak Milik, Sertifikat Hak Guna Bangunan, Sertifikat Hak Guna Usaha, Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun). Selain 4 jenis sertifikat tersebut, bukan Akta PPAT yang digunakan, melainkan Akta Notaris;
  • Bukti Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) 5 tahun terakhir;
  • NPWP;
  • Fotokopi Surat Keterangan WNI atau ganti nama, bila ada untuk WNI keturunan;
  • Surat bukti persetujuan suami istri (bagi yang sudah berkeluarga);
  • Jika suami/istri penjual sudah meninggal maka yang harus dibawa adalah akta kematian;
  • Jika suami istri telah bercerai, yang harus dibawa adalah Surat Penetapan dan Akta Pembagian Harta Bersama yang menyatakan tanah/bangunan adalah hak dari penjual dari pengadilan.

2. Data Pembeli

  • Fotokopi KTP (apabila sudah menikah maka fotokopi KTP suami dan Istri);
  • Kartu Keluarga (KK);
  • Surat Nikah (jika sudah nikah);
  • NPWP.

Baca Juga : Sadari Risiko dan Sanksi Tidak Punya NPWP

3. Proses Pembuatan AJB di Kantor PPAT

Sebelum membuat AJB, PPAT akan melakukan pemeriksaan mengenai keaslian sertifikat ke kantor Pertanahan. Penjual harus membayar pajak penghasilan (PPh, sedangkan pembeli diharuskan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dengan ketentuan sebagai berikut:

Pajak Penjual (PPh = NJOP/Harga Jual x 5 %

Pajak Pembeli (BPHTB) = {NJOP/Harga Jual – Nilai Tidak Kena Pajak} x 5 %

NJOP adalah singkatan dari Nilai Jual Objek Pajak, yakni harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.

Calon pembeli dapat membuat surat pernyataan bahwa dengan membeli tanah tersebut maka tidak lantas menjadi pemegang Hak Atas Tanah yang melebihi ketentuan batas luas maksimum.

PPh maupun BPHTB dapat dibayarkan di Bank atau Kantor Pos. sebelum PPh dan BPHTB dilunasi maka akta belum dapat dibayarkan. Biasanya untuk mengurus pembayaran PPh dan BPHTB dibantu oleh PPAT bersangkutan.

Anda perlu mengecek apakah jangka waktu Hak Atas Tanah sudah berakhir atau belum. Sebab untuk Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) ada jangka waktunya. Jangan sampai membeli tanah SHGB atau SHGU dengan kondisi sudah jatuh tempo.

Selanjutnya, Anda perlu mengecek apakah di atas tanah yang akan dibeli ada Hak yang lebih tinggi. Misalkan, tanah yang akan dibeli adalah tanah SHGB yang di atasnya ada Hak Pengelolaan (HP). Penjual dan pembeli harus meminta izin dahulu kepada pemegang hak pengelolaan tersebut.

Berikutnya, apakah rumah yang akan dibeli pernah menjadi jaminan kredit dan belum dilakukan penghapusan (roya) atau tidak. Apabila pernah, harus diminta surat roya dan surat lunas dari penjual agar nantinya bisa balik nama.

4. Pembuatan AJB

Pembuatan AJB via www.99.com

 

Pembuatan AJB harus dihadiri penjual dan pembeli (suami istri bila sudah menikah) atau orang yang diberi kuasa dengan surat kuasa tertulis. Adapun, saksi yang perlu dihadirkan sekurang-kurangnya dua saksi.

PPAT akan membacakan dan menjelaskan isi akta. Apabila pihak penjual dan pembeli menyetujui isinya, akta akan ditandatangani oleh penjual, pembeli, saksi dan PPAT. Akta dibuat dua lembar asli, satu disimpan oleh PPAT dan satu lembar lain akan diserahkan ke kantor pertahanan untuk keperluan balik nama. Salinannya akan diberikan pada pihak penjual dan pembeli.

5. Proses ke Kantor Pertanahan

Setelah AJB selesai di buat, PPAT menyerahkan berkas AJB ke kantor pertanahan untuk balik nama. Penyerahan berkas AJB harus dilakukan selambat-lambatnya tujuh hari kerja sejak ditandatangani.

Adapun berkas-berkas yang diserahkan meliputi:

  • Surat permohonan balik nama yang telah ditandatangani pembeli;
  • Akta Jual Beli dari PPAT;
  • Sertifikat Hak Atas Tanah;
  • Fotokopi KTP penjual dan pembeli;
  • Bukti lunas pembayaran PPh dan BPHTB.

Setelah berkas diserahkan di kantor pertanahan, akan ada tanda bukti penerimaan yang akan diserahkan kepada pembeli. Nama pemegang hak lama  atau penjual akan dicoret dengan tinta hitam dan diberi paraf oleh kepala kantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk.

Nama pembeli selaku pemegang hak baru atas tanah akan ditulis pada halaman dan kolom yang ada pada buku tanah dan sertifikat, dengan pembubuhan tandatangan kepala kantor pertanahan atau pejabat yang ditunjuk. Dalam waktu empat belas hari, pembeli berhak mengambil sertifikat yang sudah balik atas nama pembeli di kantor pertahanan setempat.

6. Tanah Warisan

Apabila suami atau istri atau keduanya yang namanya tercantum dalam sertifikat sudah meninggal dunia dan ahli warisnya akan melakukan jual beli, tanah tersebut harus dibalik nama terlebih dahulu atas nama ahli waris. Selain itu, sebelum melakukan proses jual beli seperti di atas, data tambahan yang diperlukan adalah sebagai berikut:

  • Surat keterangan waris. Untuk WNI pribumi berupa surat keterangan waris yang diajukan disaksikan dan dibenarkan oleh lurah yang dikuatkan Camat. Untuk WNI keturunan berupa surat keterangan waris dari notaris;
  • Fotokopi KTP seluruh ahli waris;
  • Fotokopi Kartu Keluarga (KK);
  • Fotokopi Surat Nikah;
  • Seluruh ahli waris harus hadir untuk tanda tangan AJB, atau Surat Persetujuan dan kuasa dari seluruh ahli waris kepada salah seorang di antara mereka yang dilegalisir oleh Notaris jika tidak bisa hadir;
  • Bukti Pembayaran BPHTB waris atau pajak ahli waris yang besarannya adalah 50% dari BPHTB jual beli setelah dikurangi dengan nilai tidak kena pajaknya.

Baca Juga : Mengurus dan Menghitung BPHTB Tanah Warisan

7. Tanah Girik

Tanah Girik via blog.hulaa.com

 

Tanah girik merupakan tanah-tanah bekas hak milik adat yang belum didaftarkan atau dibuatkan sertifikat di kantor pertahanan setempat. Jadi girik bukan tanda bukti atas tanah, melainkan merupakan bukti bahwa pemilik girik adalah pembayar pajak dan orang menguasai tanah milik adat atas bidang tanah tersebut beserta bangunan, jika tersedia di atasnya.

Adapun jual beli tanah girik dapat dilakukan sebagai berikut:

  • Akta girik yang dipakai adalah girik asli;
  • Bukti pembayaran PBB dari pemilik girik;
  • Surat keterangan bahwa tanah girik tersebut tidak sedang dalam persengketaan;
  • Surat keterangan Riwayat Tanah dari kelurahan, kecamatan, atau kepala desa. Adapun, surat riwayat ini menerangkan asal tanah dan siapa saja pemilik tanah sebelumnya hingga sampai saat ini;
  • Surat keterangan dari kelurahan atau kecamatan bahwa tanah tersebut belum diperjualbelikan kepada siapapun;
  • Tanah tersebut tidak sedang dijaminkan.

Anda perlu meminta girik asli dari penjual dan memastikan nama penjual dalam girik tersebut adalah nama yang tercantum dalam AJB. Pastikan bahwa objek yang termasuk di dalam tanah girik dikuasai secara fisik. Ajukan permohonan Hak ke Kantor BPN wilayah dengan tahapan :

  • Pengakuan pemilikan fisik tanah dilanjutkan dengan pembuatan gambar situasi;
  • Penelitian dan pembahasan panitia ajudikasi. Panitia ajudikasi ini dibentuk oleh menteri negara agraria atau kepala BPN yang bertugas membantu kepala kantor pertanahan untuk melakukan pendaftaran tanah sistemik. Ajudikasi sendiri merupakan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya;
  • Pengumuman surat permohonan tersebut;
  • Penerbitan surat keputusan pemberian hak;
  • Pencetakan sertifikat tanah.

Namun, mengingat girik bukanlah bukti kepemilikan atas bidang tanah yang sah, sebaiknya sebelum proses jual beli girik diubah menjadi sertifikat. Disebutkan bahwa pengurusan sertifikat ini membutuhkan waktu sembilan bulan. Adapun, berkas yang perlu disiapkan adalah:

  • Asli Girik dan asli AJB;
  • Fotokopi KTP;
  • Surat penguasaan fisik bidang tanah;
  • Surat keterangan kepala desa atau kelurahan;
  • Surat bukti PBB;
  • Surat kuasa apabila pengurusan dikuasakan kepada orang lain.

Setelah berkas-berkasnya lengkap, proses selanjutnya diteruskan ke BPN setempat dan petugas ukur akan segera mensosialisasikan luas bidang tanah yang akan dibuatkan sertifikat aslinya. Setelah berkas selesai diproses, petugas administrasi BPN akan memberikan sertifikasi kepemilikan tanah yang sah sebagai pengganti girik.

Teliti dan Tidak Terburu-Buru

Memang akan memakan waktu yang lama dan membutuhkan banyak usaha dalam melakukan transaksi pembelian tanah atau rumah impian Anda. Bersabar dan pelajari setiap langkahnya dengan cermat sehingga terhindar dari kekeliruan yang dapat mengulur penyelesaian transaksi lebih lama lagi.

Baca Juga : Pajak Jual Beli Tanah: Ketahui Cara Perhitungannya