Penyebab Salah Investasi yang Bikin Bangkrut dan Cara Memperbaikinya

Investasi merupakan salah satu aktivitas keuangan yang penting. Terutama bagi seseorang yang ingin mengamankan atau melipatgandakan kekayaan.

Dari setiap uang yang diinvestasikan, biasanya akan memperoleh imbal hasil. Imbal hasil dalam investasi tidak menentu. Tergantung kinerja dan kondisi pasar.

Imbal hasil selalu berbanding lurus dengan risikonya. Kalau mau investasi imbal hasil besar, maka risikonya pasti tinggi. Pun sebaliknya.

Faktanya, investasi tidak selalu untung. Kadang juga buntung atau rugi. Bisa akibat kondisi pasar atau kinerja yang sedang jelek, atau karena human error. Artinya kesalahan berinvestasi yang disebabkan investor sendiri.

Kesalahan investasi itu seperti apa? Simak penjelasannya berikut ini.

Baca Juga: 5 Mitos Surat Utang Negara yang Bisa Bikin Gagal Jadi Orang Kaya

Kenapa Salah Berinvestasi?

 

Investasi yang salah tidak selalu karena pengelolaan yang kurang baik. Bisa juga lantaran salah memilih instrumen investasinya.

Sejatinya instrumen investasi ada banyak jenis, seperti saham, emas, deposito, reksadana, obligasi atau surat utang, emas, valuta asing, properti, dan lainnya.

Saking banyaknya pilihan, kerap membuat investor gegabah dalam menentukannya. Memilih instrumen yang tidak dikenal atau tidak dikuasainya. Jadi seperti beli kucing dalam karung. Alih-alih ingin mendapat untung, justru buntung.

Maka dari itu, penting untuk mencari tahu terlebih dahulu tentang instrumen investasi yang sudah Anda bidik. Saham misalnya, kenali saham yang akan Anda beli. Jangan beli yang tidak Anda kenali untuk meminimalisir kerugian.

Jadi sebelum membeli, analisa dulu. Pakai yang paling dasar, yakni analisa fundamental, seperti menganalisa laporan keuangannya, pemilik perusahaan dan rekam jejaknya, serta prospek industrinya.

Kalau sudah terlanjur salah dalam investasi harus bagaimana? Ya diperbaiki. Cara memperbaiki investasi yang salah, antara lain:

 

1. Kenali kebutuhan investasi Anda 

Pertama kenali dulu apa yang menjadi kebutuhan investasi. Contohnya apakah saham hanya untuk menjaga nilai kekayaan, menambah aset, atau tujuan lain seperti dana pensiun, biaya pendidikan anak.

Kebutuhan atau tujuan ini penting diketahui. Sebab beda kebutuhan, beda pula jumlah yang harus diinvestasikan untuk mencapai tujuan tersebut.

Dengan mengetahui kebutuhan itu pula, Anda dapat mengalokasikan uang di tempat yang tepat sehingga manfaat investasi dapat lebih maksimal. Jadi tidak sekadar ikut-ikutan teman atau rekan kerja saja.

Baca Juga: Cara Melihat Saham Mahal atau Murah, Cukup dengan Satu Cara Mudah Ini

2. Kenali potensi inflasi

Tak sedikit investor berinvestasi tanpa mempertimbangkan waktu yang tepat. Asal investasi sebelum uangnya habis. Memang tidak salah, tetapi harus lihat timing-nya juga.

Kondisi ekonomi selalu berubah. Investasi bukan hanya dipengaruhi faktor internal, tetapi juga eksternal yang datang dari luar negeri misalnya. Selain itu, potensi terjadinya inflasi karena suatu kondisi tertentu.

Hal ini akan berdampak pada imbal hasil investasi meskipun biasanya imbal hasil investasi mengalahkan inflasi. Kecuali bunga tabungan bank.

Kalau inflasi tinggi, otomatis keuntungan investasi Anda akan berkurang, bahkan habis digerogoti inflasi. Jadi berinvestasi saat kondisi ekonomi sedang membaik.

3. Jangan berinvestasi pada uang tunai

Berdasarkan survei yang dilakukan Manulife, masih banyak masyarakat Indonesia yang menginvestasikan uangnya dalam bentuk uang tunai, seperti menyimpan di rekening tabungan atau di dompet.

Tidak salah, tapi jangan harap nilai uangnya bisa bertambah signifikan. Sebab bunga yang diperoleh kecil. Nyatanya, duit malah berkurang karena dipotong biaya administrasi tabungan yang jumlahnya cukup besar.

Terlalu banyak menyimpan uang tunai justru berisiko habis digerus inflasi. Lebih baik, tempatkan uang pada instrumen, seperti properti yang harganya selalu naik setiap tahun. Bisa menjadi aset aktif bila disewakan.

4. Pilih investasi jangka panjang

Hindarilah yang namanya investasi jangka pendek, yang cuma satu sampai dua tahun. Alasannya karena keuntungannya tidak maksimal.

Misalnya saham, hanya cuan satu atau dua digit karena investasi jangka pendek. Sedangkan kalau dibiarkan dalam jangka panjang, lebih dari 5 tahun, keuntungannya bisa ratusan sampai ribuan persen.

Investasi jangka panjang sangat disarankan untuk mempersiapkan keuangan di masa depan.

Baca Juga: 7 Tahapan Pengajuan KPR Rumah Bekas Dari Awal sampai Disetujui

5. Jangan fokus pada satu jenis investasi saja

Salah besar kalau selama ini Anda hanya mengandalkan satu instrumen investasi saja. Anda perlu melakukan diversifikasi produk yang berguna untuk subsidi silang.

Misalnya sudah punya saham. Diversifikasi dengan investasi di instrumen lain yang rendah risiko, seperti emas atau surat utang negara (SUN).

Jadi kalau harga saham sedang anjlok, Anda tetap mendapatkan keuntungan dari investasi emas maupun SUN. Malah investasi SUN, bunga dan pokok dijamin negara, sehingga tak ada risiko gagal bayar.

Jangan Ulangi Kesalahan yang Sama

Bila Anda sudah memperbaiki kesalahan investasi, jangan jatuh ke lubang yang sama. Sebelum memutuskan berinvestasi pada satu instrumen, harus dianalisa dulu. Keuntungan dan kerugiannya, serta risikonya.

Dengan begitu, Anda dapat mengelola risikonya dengan tepat. Menghindari kesalahan dan memaksimalkan keuntungan.

Baca Juga: Tips Mengumpulkan Uang untuk Biaya Menikah, Nomor 6 Bikin Kamu Mikir