Kopi Kapal Api: Dari Jualan Keliling hingga Jadi Kopi Legendaris

Teh dan kopi adalah dua minuman yang sering disajikan dalam setiap kesempatan. Keduanya merupakan minuman yang cukup digemari di kala ingin bersantai dan bersenda gurau dengan relasi ataupun diseruput di sela-sela pekerjaan.

Peminat kopi di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Tidak hanya orang dewasa, remaja dan anak-anak pun sudah ada yang menjadi penggemar setia minuman yang satu ini.

Bahkan, bagi beberapa orang, mereka tidak dapat berkonsentrasi saat kerja ataupun melakukan aktivitas lainnya jika tidak mengonsumsi kopi terlebih dahulu. Ketertarikan masyarakat Indonesia terhadap minuman yang mengandung kafein ini terus meningkat, salah satunya karena munculnya berbagai jenis varian kopi yang ada di pasaran.

Harga yang ditawarkan pun berbeda-beda. Mulai dari harga yang cukup mahal, kopi giling premium, hingga ke kopi kemasan kecil (sachet) yang terbilang cukup murah.

Penikmat kopi juga beraneka ragam. Ada yang menyukai kopi susu, kopi murni, blended, dan berbagai jenis varian lainnya yang tersebar di pasar kopi Indonesia.

Namun, setiap pecinta kopi pastinya pernah mencicipi kopi dalam kemasan sachet yang harus dicampur dengan air panas atau hangat. Salah satu merek kopi sachet yang paling terkenal di pasaran adalah kopi Kapal Api.

Namun ternyata, di balik kepopuleran kopi Kapal Api yang legendaris ini terdapat kisah menarik di belakangnya. Seperti apa perjalanan hidup salah satu kopi legendaris Indonesia ini? Simak ulasannya berikut.

Bingung Cari Produk Kredit Tanpa Agunan Terbaik? Cermati punya solusinya!

Bandingkan Produk KTA Terbaik! 

Berusia Hampir 100 tahun

Lihat postingan ini di Instagram

Sebuah kiriman dibagikan oleh Kapal Api (@kapalapi_id) pada

Merek kopi yang satu ini memang layak disebut sebagai kopi legendaris di Indonesia. Bagaimana tidak, usia dari kopi Kapal Api ini sendiri, terhitung dari saat produk ini masih dipasarkan dengan sepeda onthel, sudah mencapai 99 tahun.

Kopi kapal api pertama kali dipasarkan di Surabaya pada masa kolonial Belanda, tepatnya pada tahun 1920. Pada saat itu, tiga bersaudara yang datang dari Tiongkok, yakni Go Soe Let, Go Bie Tjong, dan Go Soe Bin, bermigrasi ke Indonesia yang masih bernama Hindia Belanda.

Saat pertama kali dipasarkan, kopi tersebut diberi nama kopi Hap Hoo Tjan. Produk yang berupa kopi bubuk tersebut kemudian dipasarkan melalui sepeda onthel dengan berkeliling kampung dan pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

Karena distribusinya dilakukan di sekitar pelabuhan, tidak sedikit dari para pelaut yang berlabuh di Tanjung Perak menjadi pelanggan utama mereka. Dari sinilah kopi Hap Hoo Tjan nantinya akan berubah nama menjadi Kopi Kapal Api.

Bisnis yang dirintis oleh tiga bersaudara Go, itu pun kemudian terbilang cukup sukses hingga pada akhirnya mereka dapat mempekerjakan hingga lebih dari 1000 orang karyawan demi memajukan bisnis mereka.

Pecahnya Grup 3 Bersaudara

loader

Ilustrasi perpecahan dalam berbisnis

Permasalahan dan perbedaan pendapat serta berbagai faktor eksternal atau internal yang memicu keretakan memang tidak dapat dihindari dalam menjalani usaha dalam sebuah kelompok. Namun yang paling penting adalah bagaimana cara menyikapi hal tersebut.

Sayangnya, hal tersebut tidak bisa diatasi dalam usaha kopi Hap Hoo Tjan milik tiga bersaudara Go. Alhasil, perpecahan pun harus terjadi. Kopi Hap Hoo Tjan kemudian gulung tikar dan asetnya dibagi kepada ketiga perintis usaha tersebut.

Go Soe Let, salah satu dari tiga bersaudara tersebut kemudian mendapatkan pabrik penggorengan kopi dari pembagian aset kopi Hap Hoo Tjan. Laki-laki yang memiliki 5 orang anak tersebut kemudian meminta bantuan 2 orang anaknya, Indra Boediono dan Soedomo Mergonoto untuk melanjutkan bisnis kopi tersebut.

Soedomo Mergonoto inilah yang nantinya akan menjadi pimpinan dari kopi Kapal Api dan membawanya melambung tinggi di pasar kopi Indonesia.

Baca Juga: Cara Membuat Bisnis Plan dan Kegunaannya

Riwayat Soedomo, Menjadi Kernet Bemo

loader

Angkutan umum bernama Bemo via gadis.co.id

Saat masih muda, Soedomo Mergonoto mengaku bahwa dirinya pernah menjalani berbagai macam pekerjaan. Saat itu, bisnis kopi ayahnya (Go Soe Let) Hap Hoo Tjan tersebut belum menjadi besar dan masih beroperasi dari rumah mereka.

Kala itu, Soedomo mengaku bahwa dirinya diminta oleh sang ayah untuk bekerja di sebuah perusahan ban selama setahun. Di tempat itu, Soedomo mendapat tugas untuk mengerok ban-ban bekas.

Setelah satu tahun bekerja di perusahaan ban, Soedomo kemudian kembali membantu bisnis keluarganya tersebut. Dia juga sempat menjadi penjual kopi bubuk Hap Hoo Tjan dengan menggunakan sepeda onthel.

Bahkan, di sela-sela kegiatannya merintis usaha kopi keluarganya tersebut, Soedomo sempat menjadi seorang kernet bemo. Menurut pengakuannya, banyak orang yang tidak percaya bahwa seorang bos perusahaan kopi legendaris di Indonesia sempat menjadi seorang kernet bemo hingga akhirnya Soedomo mempraktikkan bagaimana ia dulu ketika menjadi seorang kernet.

Upaya Soedomo, ayahnya, dan kedua pamannya memang membuahkan hasil. Kopi Hap Hoo Tjan kemudian menjadi besar walaupun pada akhirnya harus terpecah dan gulung tikar karena berbagai macam hal.

Mendirikan PT Santos Jaya Abadi

loader

Soedomo Mergonoto via albalad.co

Soedomo yang memang menggeluti bisnis tersebut bersama ayah dan kedua pamannya kemudian mendirikan sebuah perusahaan (PT/Perseroan Terbatas) pada tahun 1979. PT tersebut diberi nama PT Santos Jaya Abadi.

Setelah kopi Hap Hoo Tjan gulung tikar, Soedomo kemudian berusaha menyelamatkan usaha kopi ayahnya dengan menggunakan PT Santos Jaya Abadi. Dengan menggunakan pabrik penggorengan kopi milik ayahnya, lahirlah apa yang kita kenal dengan kopi Kapal Api.

Nama kopi Kapal Api tersebut terinspirasi dari lokasi awal mereka berjualan dan para pelanggan setia mereka, para pelaut. Usaha dari Soedomo, Indra, dan ayah mereka ternyata berbuah manis.

Dengan strategi pemasaran dari Sodeomo, kopi Kapal Api kemudian merajai pasar kopi Nusantara. Tidak sampai tujuh tahun setelah PT Santos Jaya Abadi berdiri, kopi Kapal Api sudah melakukan ekspor ke mancanegara.

Ekspansi bisnis pertama mereka ditujukan ke negara Arab Saudi pada tahun 1985. Barulah kemudian negara-negara asia lainnya seperti Hong Kong, Taiwan, kemudian Malaysia.

Namun sekali lagi, kopi Kapal Api terancam kehancuran. Ketika sang ayah, Go Soe Let meninggal pada tahun 1993, konflik kembali terjadi dalam keluarga inti Soedomo, yakni Indra, dan ketiga saudara lainnya (Singgih Gunawan, Lenny Setyawati, dan Wiwik Sundari).

Konflik tersebut muncul yang didasari pada perebutan atau perselisihan pembagian harta warisan peninggalan almarhum Go Soe Let. Pada akhirnya, masalah dapat ditangani dengan lebih baik dan kopi Kapal Api beserta PT Santos Jaya Abadi tidak harus gulung tikar seperti pendahulunya, kopi Hap Hoo Tjan.

Strategi Pemasaran Unik

loader

Strategi pemasaran

Menurut Soedomo, salah satu faktor mengapa kopi Kapal Api dapat menjadi sebesar sekarang ini adalah dengan melakukan strategi pemasaran yang terbilang cukup unik pada masanya.

Pada akhir tahun 70-an hingga awal tahun 80-an, menurut Soedomo, belum banyak pebisnis atau perusahaan yang memiliki ide untuk menayangkan iklan di televisi. Melihat kesempatan tersebut, bos kopi Kapal Api ini kemudian menggandeng Paimo (seorang pelawak yang terkenal pada masa itu) dan menciptakan iklan produk kopi Kapal Api.

Tayangan iklan tersebut kemudian disiarkan melalui Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan mendapat sambutan positif. Hal tersebut kemudian membuat kopi Kapal Api menjadi dikenal dan dicintai oleh para penikmat kopi di seluruh Nusantara.

Untuk menjaga kelanggengan bisnisnya, Soedomo juga melakukan ekspansi bisnis ke sektor-sektor lain. Melalui PT Santos Jaya Abadi, Soedomo menciptakan berbagai merek kopi lain, sereal, hingga produksi berbagai jenis permen.

Bahkan, Soedomo juga menciptakan sebuah kafe untuk menikmati kopi yang gerainya saat ini sudah ada dimana-mana. Untuk Anda yang belum tahu, gerai tersebut adalah kafe Excelso.

Mungkin banyak yang tidak mengetahui bahwa gerai kopi Excelso berada di bawah satu perusahaan payung dengan kopi Kapal Api.

Hingga saat ini, kopi Kapal Api sendiri sudah memiliki tiga varian produk berada di pasaran. Pertama adalah kopi Kapal Api sachet yang kita kenal dan biasa ditemui di warung-warung.

Kedua adalah produk serupa namun dalam bungkusan besar yang bisa digunakan untuk membuat puluhan gelas kopi. Dan ketiga adalah kopi Kapal Api White Coffee Premium yang merupakan inovasi produk untuk menyaingi perkembangan zaman dan berbagai jenis kopi masa kini.

Selain kopi dengan label kopi Kapal Api, produk lainnya yang berupa olahan biji kopi dari PT Santos Jaya Abadi adalah kopi Good Day, kopi Ya!, kopi ABC, kopi Santos, kopi Kapten, dan Fresco.

Melalui seluruh produknya tersebut, Soedomo Mergonoto kini dikenal sebagai seorang bos perusahaan kopi legendaris yang produknya dapat ditemui di mana-mana, tidak hanya di Indonesia, namun di seluruh Dunia.

Bisnis kopi yang berawal dari bisnis keluarga dengan pemasaran dan distribusi seadanya tersebut kini menjadi sangat besar dan mampu mempekerjakan karyawan dalam jumlah banyak.

Jumlah karyawan dari Kopi Kapal Api sendiri sudah mencapai angka lebih dari 10 ribu orang di seluruh wilayah.

Baca Juga: Yuk, Sontek Resep Sukses Berbisnis dari Bos Indofood!

Belajarlah dari Sosok Inspirasi, Berusaha dari Bawah dan Pantang Menyerah

Beberapa nilai moral yang dapat kita peroleh dari kisah kopi Kapal Api adalah ketekunan dan kerja keras akan menjadi nilai berharga. Walaupun dengan bekerja keras, tetap akan menghadapi berbagai macam rintangan yang membuat Anda harus jatuh atau bahkan memulai semuanya dari awal lagi. Namun janganlah mudah menyerah.

Selain itu, beranilah berinovasi dan menjadi individu yang mengambil langkah-langkah kreatif untuk melancarkan berbagai usaha atau pekerjaan Anda. Dengan berinovasi dan menampilkan sesuatu yang unik ataupun berbeda, dapat membantu melancarkan apapun itu upaya yang sedang Anda lakukan. Bila Soedomo dan keluarganya dapat melakukannya dengan gigih, begitu pula dengan Anda, bukan?

Baca Juga: 7 Usaha Ini Makin Diuntungkan karena Pelemahan Rupiah