Cara Lengkap Peralihan Hak Tanah dan Bangunan Berakta Jual Beli

Jual beli tanah dan bangunan memang tidak sesederhana menjual makanan dan pakaian. Hal ini karena peralihan haknya perlu diurus sehingga mendapatkan legal dan pengakuan. Hal tersebut menjadi penting karena kepemilikan merupakan aset berharga selamanya dan untuk diwariskan kepada anak cucu. Mengurus hak tanah dan bangunan sebenarnya sederhana, hanya saja memang membutuhkan kesabaran. Untuk itu, Anda perlu menyimak informasi tata caranya dengan jelas sehingga mempermudah Anda.

Peralihan atau pemindahan hak adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak dari suatu pihak ke pihak lain. Berbeda dengan dialihkannya suatu hak. Dialihkannya suatu hak menunjukkan adanya suatu perbuatan hukum yang disengaja dilakukan oleh satu pihak dengan maksud memindahkan hak miliknya kepada orang lain. Dengan demikian, pemindahan hak milik tersebut diketahui atau diinginkan oleh pihak yang melakukan perjanjian peralihan hak atas tanah.

Tanah adalah permukaan bumi, yang dalam penggunaannya meliputi juga sebagian tubuh bumi yang ada di bawahnya dan sebagian dari ruang yang ada di atasnya. Adapun batasannya tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), yaitu sekadar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah yang bersangkutan, dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi. Sedalam berapa tubuh bumi dan setinggi berapa ruang yang bersangkutan oleh digunakan, ditentukan oleh tujuan penggunaannya, dalam batas-batas kewajaran, perhitungan teknis kemampuan tubuh buminya sendiri, kemampuan pemegang haknya serta ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Dalam pengertian hukum adat jual beli, tanah merupakan suatu perbuatan hukum, yang mana pihak penjual menyerahkan tanah yang dijualnya kepada pembeli untuk selama-lamanya, pada waktu pembeli membayar harga tanah tersebut kepada penjual. Dengan demikian, hak atas tanah telah beralih dari penjual kepada pembeli. Dapat dikatakan pula bahwa sejak saat itu, pembeli telah mendapat hak milik atas tanah tersebut.

Jadi, jual beli menurut hukum adat tidak lain adalah suatu perbuatan pemindahan hak antara penjual kepada pembeli. Dapat pula dikatakan bahwa jual beli menurut hukum adat itu bersifat tunai dan nyata.

Baca Juga: Mau Investasi Tanah Anda Menguntungkan? Perhatikan 5 Hal Ini

Proses Peralihan Hak Tanah

loader

Proses Peralihan Hak Tanah via notaryprofile.com

 

Menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Akta Jual Beli (AJB) merupakan bukti sah (selain risalah lelang, jika peralihan haknya melalui lelang) bahwa hak atas tanah dan bangunan sudah beralih kepada pihak lain. AJB dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atau camat untuk daerah tertentu yang masih jarang terdapat PPAT. Secara hukum, Peralihan Hak atas tanah dan bangunan tidak bisa dilakukan di bawah tangan.

Langkah pertama yang harus dilakukan untuk melakukan jual beli tanah dan bangunan adalah dengan mendatangi kantor PPAT untuk mendapatkan keterangan mengenai proses jual beli dan menyiapkan persyaratan untuk proses jual beli tersebut. PPAT memiliki wilayah kerja untuk daerah tingkat dua. Jika PPAT berkantor di Jakarta Timur, ia hanya bisa membuat akta PPAT untuk wilayah Jakarta Timur saja. Demikian juga jika berkantor di Kota Bekasi, ia hanya bisa membuat akta untuk objek yang ada di Kota Bekasi saja.

Sebelum dilakukan jual beli, PPAT akan menerangkan langkah-langkah dan persyaratan yang diperlukan untuk melaksanakan jual beli. Kepentingan lainnya adalah untuk menyerahkan asli sertifikat terlebih dahulu untuk dilakukan pengecekan terhadap kesesuaian data teknis dan yuridis antara sertifikat dan buku tanah yang ada di kantor pertanahan.

Baca Juga: Cara Mengurus Surat Tanah yang Hilang

  • Pemeriksaan Sertifikat ke BPN
    Pemeriksaan sertifikat ke BPN dilakukan oleh PPAT yang bertujuan untuk mengetahui bahwa objek jual beli tidak dalam sengketa hukum, dalam jaminan, sita, atau blokir dari pihak lain. Jika ada catatan di dalam buku tanah yang ada di BPN, maka penjual berkewajiban terlebih dahulu untuk membersihkan catatan tersebut. Jika catatan tersebut berupa blokir, maka blokir tersebut harus diangkat terlebih dahulu. Tanpa proses ini jual beli tidak bisa dilaksanakan.

  • Menyerahkan SPPT PBB dan Bukti Pembayarannya
    Berkas lainnya yang harus diserahkan kepada PPAT adalah Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan atau SPPT PBB dan bukti pembayarannya. Penyerahan SPPT PBB sebelum jual beli dilakukan juga diperlukan untuk memastikan bahwa tidak ada tunggakan pembayaran PBB dan menghitung biaya-biaya dan pajak-pajak yang menjadi kewajiban masing-masing pihak. Penghitungan biaya-biaya tersebut bisa dilakukan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

  • Menyerahkan Dokumen-Dokumen para Pihak
    Dokumen-dokumen para pihak perlu diserahkan kepada PPAT sebelum dilakukan penandatanganan akta jual beli, hal ini bertujuan supaya PPAT bisa menyiapkan AJB-nya terlebih dahulu sehingga pada saat hari yang disepakati untuk penandatanganan AJB bisa dilakukan dengan segera.
    1. Dokumen yang disiapkan oleh penjual:
      1. Asli sertifikat;
      2. Asli SPPT PBB tahun terakhir dan bukti pembayaran;
      3. Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan dokumen lainnya mengenai tanah dan bangunan, jika objek jual beli berupa tanah dan bangunan;
      4. Fotokopi KTP dan KK suami dan istri;
      5. Fotokopi surat nikah, jika sudah menikah. Jika penjual belum menikah diperlukan surat pernyataan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan belum menikah;
      6. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
      7. Fotokopi Surat Keterangan Kematian (dalam hal pemilik sudah meninggal); dan
      8. Fotokopi Surat Keterangan Waris yang dilegalisir oleh kelurahan.

    2. Dokumen yang disiapkan oleh pembeli:
      1. Fotokopi KTP dan KK; dan
      2. Fotokopi NPWP.
  • Bagaimana Jika Pihak Suami atau Istri Meninggal Dunia?
    Jika suami atau istri ada yang meninggal dunia, harus ada persetujuan untuk menjual dari ahli waris tanpa melihat nama yang tercantum di dalam sertifikat, apakah atas nama suami atau atas nama istri. Artinya persetujuan ahli waris tetap diperlukan jika sertifikat atas nama istri dan yang meninggal adalah suami. Begitu pula sebaliknya.

  • Bagaimana Jika Suami atau Istri Tidak Bisa Menandatangani AJB?
    Ikatan tali perkawinan menyebabkan terjadinya percampuran harta antara suami dan istri, sepanjang tidak ada perjanjian kawin. Dalam hal menjual diperlukan persetujuan suami atau istri. Jika suami atau istri karena sesuatu dan lain hal tidak bisa ikut hadir pada saat penandatanganan AJB, wajib ada surat persetujuan menjual yang dibuat di hadapan notaris, minimal surat persetujuan tersebut dilegalisir.

    Lain hal jika ada perjanjian kawin yang menyatakan pemisahan harta, tidak diperlukan persetujuan suami atau istri. Sebab lainnya adalah harta yang diperoleh sebelum pernikahan tidak termasuk harga 'gono-gini'. Untuk menentukan objek jual beli ini merupakan harga 'gono-gini' atau bukan, bisa dilihat dengan membandingkan tanggal pernikahan dengan tanggal diperolehnya objek jual beli. Jika tanah dan bangunan diperoleh sebelum tanggal pernikahan atau sesudah perceraian, harta tersebut bukan merupakan harta 'gono-gini'.

  • Penandatanganan Akta Jual Beli
    Jika semua syarat-syarat yang diperlukan sudah dilengkapi, seperti dokumen-dokumen di atas, penjual sudah menerima haknya, pajak-pajak sudah dibayarkan, biaya Akta Jual Beli (AJB) sudah diterima PPAT maka dilakukan penandatanganan AJB dengan dihadiri oleh dua orang saksi yang pada umumnya karyawan kantor PPAT tersebut.

  • Balik Nama Sertifikat
    Balik nama sertifikat diajukan oleh PPAT pembuat AJB ke kantor pertanahan setempat. Proses balik nama ini memakan waktu kurang lebih dua minggu. Teknisnya adalah nama yang ada di sertifikat pada awalnya dicoret dan digantikan oleh pembeli dengan mencantumkan dasar peralihannya, yaitu nomor dan tanggal AJB beserta PPAT yang membuatnya. Setelah itu, sertifikat sudah selesai dibaliknamakan ke atas nama pembeli.

Pengecekan Fisik di Lokasi

Adakalanya sertifikat atas tanah tidak ada masalah secara yuridis, namun secara fisik bisa saja kebalikannya, hal ini bisa terjadi terutama di daerah yang pemahaman hukum masih kurang. Mereka masih beranggapan bahwa dengan menguasai fisik sudah cukup untuk menandai kepemilikan mereka atas objek tersebut. Jadi  jika kita ingin membeli rumah atau tanah sebaiknya dilakukan pengecekan secara yuridis dan fisik. Secara yuridis dilakukan ke Kantor Pertanahan dan pengecekan secara fisik dilakukan ke lokasi dengan bertanya kepada tetangga atau pihak yang berwenang seperti RT, RW, dan kelurahan. Anda harus cermat saat melakukan transaksi tanah karena perjuangannya memerlukan energi, waktu, dan biaya yang cukup besar.

Baca Juga: Syarat dan Biaya Mengurus Sertifikat Tanah