Floating Rate: Strategi Investasi dan Kredit di Tengah Dinamika Suku Bunga
Dalam dunia keuangan, istilah Floating rate mengacu pada suku bunga yang dapat berubah-ubah mengikuti acuan tertentu, seperti suku bunga acuan bank sentral (BI Rate/BI-7DRR), LIBOR, atau referensi pasar lainnya. Berbeda dengan fixed rate (suku bunga tetap), floating rate bisa naik atau turun tergantung pada kondisi pasar.
Produk dengan skema floating rate umum ditemukan pada pinjaman (seperti KPR dan kredit usaha), obligasi, serta instrumen investasi lainnya. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat, investor, maupun pelaku bisnis untuk memahami konsep ini sebelum mengambil keputusan keuangan.
Apa Itu Floating Rate?
Floating rate adalah tingkat suku bunga yang tidak tetap dan akan disesuaikan secara periodik berdasarkan indeks acuan pasar seperti BI Rate di Indonesia, LIBOR, atau suku bunga antarbank lainnya. Contohnya, jika suku bunga acuan Bank Indonesia naik, maka suku bunga floating rate pada produk investasi atau pinjaman juga akan naik.
Dalam investasi, floating rate sering diterapkan pada obligasi jenis floating rate bond, yaitu obligasi yang kupon bunganya berubah sesuai suku bunga acuan ditambah margin tertentu. Dalam kredit, floating rate digunakan pada produk seperti KPR yang suku bunganya mengikuti fluktuasi pasar.
Tren Floating Rate di Indonesia
Dalam beberapa tahun terakhir, Bank Indonesia sering menyesuaikan suku bunga acuan untuk menjaga stabilitas ekonomi. Hal ini membuat produk dengan sistem floating rate semakin relevan dan menarik.
Beberapa tren yang muncul:
- KPR dan pinjaman konsumtif banyak beralih ke floating rate setelah masa promosi
- Investor ritel mulai tertarik pada obligasi berbasis floating rate untuk memaksimalkan yield
- Bank digital mulai menawarkan produk investasi dan tabungan dengan bunga mengambang
Cara Kerja Floating Rate
Suku bunga floating rate dihitung dengan rumus:
Suku Bunga Floating rate = Suku Bunga Acuan+Margin
Sebagai contoh, jika suku bunga acuan BI Rate adalah 5% dan margin yang ditetapkan penerbit obligasi adalah 2%, maka suku bunga floating rate adalah 7%.
Penyesuaian suku bunga ini biasanya dilakukan secara berkala, misalnya setiap 3 atau 6 bulan, sesuai kesepakatan kontrak. Jika suku bunga acuan naik, bunga yang dibayarkan peminjam atau diterima investor meningkat. Sebaliknya, jika suku bunga turun, bunga juga menurun.
Produk Keuangan dengan Skema Floating rate
Berikut ini beberapa contoh produk keuangan yang menggunakan sistem suku bunga floating rate:
1. Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
Pada umumnya, bank menawarkan KPR dengan sistem bunga tetap di awal, lalu berubah menjadi floating rate.
Misalnya: fixed 5% selama 2 tahun, lalu floating mengikuti BI-7DRR + margin 3%.
2. Obligasi Berbasis Floating Rate
Obligasi ini memberikan kupon yang menyesuaikan perubahan suku bunga pasar. Contohnya adalah:
- ORI (Obligasi Ritel Indonesia) floating with floor
- FR Bonds (Fixed rate Bonds) dengan penyesuaian kupon tertentu
3. Deposito Berjangka Variabel
Beberapa bank atau lembaga keuangan menawarkan deposito dengan bunga mengambang mengikuti kondisi pasar, meski masih jarang di Indonesia.
4. Pinjaman Korporasi
Perusahaan besar sering menggunakan kredit modal kerja berbunga floating, agar biaya pinjaman tetap kompetitif mengikuti pasar.
Kelebihan Floating Rate
Menggunakan produk dengan sistem floating rate memiliki sejumlah keuntungan, antara lain:
1. Potensi Menurunnya Biaya Pinjaman
Jika suku bunga pasar turun, maka bunga yang harus dibayarkan juga turun, sehingga beban utang menjadi lebih ringan.
2. Menyesuaikan dengan Kondisi Ekonomi
Floating rate bersifat fleksibel terhadap dinamika ekonomi dan kebijakan moneter. Produk ini cocok dalam kondisi pasar yang fluktuatif.
3. Investasi yang Mengikuti Tren
Pada produk investasi, floating rate memungkinkan investor tetap mendapatkan imbal hasil yang menarik ketika suku bunga naik.
4. Transparansi dalam Penyesuaian
Suku bunga acuan yang dijadikan referensi (seperti BI-7DRR) umumnya diumumkan secara terbuka dan teratur, memberikan kejelasan bagi debitur dan investor.
Kekurangan dan Risiko Floating Rate
Meski menawarkan kelebihan, floating rate juga mengandung sejumlah risiko yang perlu diperhatikan:
1. Ketidakpastian Cicilan
Bagi debitur, perubahan suku bunga dapat membuat cicilan meningkat sewaktu-waktu, terutama jika suku bunga pasar naik tajam.
2. Tidak Cocok untuk Perencanaan Keuangan Jangka Panjang
Karena fluktuatif, floating rate bisa menyulitkan dalam membuat estimasi keuangan jangka panjang, baik untuk perusahaan maupun individu.
3. Risiko Suku Bunga Naik
Investor atau peminjam bisa terkena dampak negatif jika suku bunga meningkat drastis dalam waktu singkat, menyebabkan beban bunga melonjak.
4. Keterbatasan Produk di Pasar
Produk floating rate tertentu, seperti deposito variabel atau obligasi retail dengan floating rate murni, masih terbatas ketersediaannya di Indonesia.
Strategi Mengelola Risiko Floating rate
Untuk mengelola risiko yang ditimbulkan oleh floating rate, beberapa strategi berikut bisa diterapkan:
1. Memilih Produk dengan Batas Atas (Cap) dan Batas Bawah (Floor)
Misalnya pada obligasi ORI, pemerintah menetapkan minimum rate (floor) agar investor tetap mendapatkan kupon minimal tertentu meskipun suku bunga acuan turun.
2. Diversifikasi Portofolio
Campurkan instrumen fixed rate dan floating rate dalam portofolio investasi untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas dan potensi keuntungan.
3. Gunakan Hedging Instrumen
Khusus untuk korporasi besar, bisa menggunakan interest rate swap atau derivatif lain untuk melindungi dari fluktuasi bunga.
4. Pantau Suku Bunga Acuan Secara Rutin
Ikuti kebijakan moneter dari Bank Indonesia untuk memahami arah tren suku bunga. Hal ini penting dalam merencanakan pengambilan kredit atau investasi.
Floating Rate vs Fixed Rate: Mana yang Lebih Baik?
Pilihan antara floating rate dan fixed rate tergantung pada profil risiko, kondisi ekonomi, dan tujuan keuangan masing-masing orang atau perusahaan.
Aspek |
Floating rate |
Fixed rate |
Kepastian Biaya |
Rendah |
Tinggi |
Potensi Biaya Rendah |
Ya (saat bunga turun) |
Tidak |
Risiko Saat Bunga Naik |
Tinggi |
Rendah |
Cocok untuk |
Kondisi pasar dinamis |
Perencanaan jangka panjang |
Contoh Kasus Floating Rate dalam Kehidupan Sehari-hari
1. KPR Floating Rate
Seseorang membeli rumah senilai Rp700 juta dengan KPR bunga 5% fixed 2 tahun, lalu berubah menjadi floating rate BI-7DRR + 3%. Saat ini BI-7DRR berada di angka 6%, maka bunga KPR setelah masa fixed adalah 9%.
Jika suku bunga acuan naik menjadi 7%, maka bunga menjadi 10%. Artinya, cicilan per bulan juga naik. Hal ini perlu diperhitungkan sejak awal untuk menghindari kredit macet.
Bingung Cari Produk KPR Terbaik? Cermati punya solusinya!
2. Investasi Obligasi Floating
Investor membeli ORI dengan kupon mengambang mengikuti BI rate + 1%, dengan minimum floor 6%. Jika suku bunga naik menjadi 7%, maka kupon menjadi 8%. Ini lebih menguntungkan daripada obligasi fixed rate di tengah tren suku bunga naik.
Memahami Floating Rate untuk Keputusan Keuangan yang Lebih Cerdas
Floating rate adalah komponen penting dalam dunia keuangan modern yang memberikan fleksibilitas dan potensi imbal hasil yang kompetitif, baik dalam konteks pinjaman maupun investasi. Meski mengandung risiko, dengan strategi yang tepat, produk berbunga mengambang ini bisa menjadi bagian dari solusi keuangan yang cerdas.
Memahami cara kerja, kelebihan, risiko, dan strategi mitigasi floating rate sangat penting bagi siapa pun yang terlibat dalam aktivitas keuangan, dari individu hingga korporasi.
Apakah kamu sedang mempertimbangkan kredit rumah, investasi obligasi, atau pinjaman usaha? Pastikan memahami bagaimana floating rate akan mempengaruhi rencana keuangan, hari ini dan ke depan.