Soal Tren girl math yang Fenomenal di Media Sosial, Begini Fakta Asal Muasal Istilah Serta Pro dan Kontranya

Baru-baru ini, viral di TikTok terkait “girl math”. Apa itu girl math? Laporan The Jakarta Post menuturkan, istilah ini menggambarkan suatu pendekatan seseorang terhadap caranya mengeluarkan uang (spending) dan berbelanja (shopping).

Girl math barangkali tak secara eksplisit mempromosikan konsumerisme. Meski begitu, berpikir dari sudut pandang ini kerap dijadikan sebagai alasan dan pembenaran dari perilaku konsumen yang boros dan tidak bertanggung jawab.

Laporan Business Insider menyebutkan, girl math merupakan proses yang membenarkan pembelanjaan dengan membagi item besar menjadi biaya per pemakaian. Girl math juga kerap merasionalisasi bahwa pembayaran tunai tidak akan membuat seseorang kehabisan uang karena, toh, dipotong dari rekening.

Terdengar konyol, ya? Menurut Narasi.TV, istilah ni memang merupakan lelucon mengenai “logika perempuan” dalam melakukan pembenaran berkenaan belanja berlebihan yang serampangan.

Bingung cari tabungan terbaik? Cermati solusinya!

Bandingkan Tabungan Terbaik Sekarang!  

Asal Muasal Istilah Girl Math

loader

Mengutip Good To, Istilah girl math pertama populer di Selandia Baru pada Juli 2023 lalu melalui program radio podcast berjudul Fletch dibawakan oleh Vaughan dan Hayley. Para Disc Jockey (DJ) dalam segmen acara tersebut membantu pendengarnya menjustifikasi pembelanjaan mereka yang jumlahnya besar dan mahal.

Dalam video yang sudah ditonton lebih dari 1,6 juta kali sejak pertama diunggah, para pembawa acaranya menanggapi dengan nada bercanda bahwa ekstensi rambut seharga 400 Dollar saat pernikahannya dianggap gratis melalui sudut pandang girl math.

Sejak itu, istilah ini digunakan untuk membuat sebuah pembelian mahal jadi tampak lebih murah daripada harga yang sebenarnya. Sejak itu, girl math pun menyebar hingga menjadi tren di dunia maya dan fenomena di media sosial.

Girl Math Ikut Menjangkiti Para Pria

Menariknya lagi, “logika” girl math yang sejatinya tidak logis ini tak hanya menyerang perempuan saja. Banyak juga laki-laki yang terjangkit boros berbelanja kemudian melakukan justifikasi berdasarkan perhitungan tak masuk akal semacam ini.

Rupanya, istilah ini mewakili jenis akuntansi mental yang kerap dilakukan oleh kebanyakan orang, termasuk pria, ketika memutuskan sesuatu yang berhubungan dengan uang.

Mengutip halaman Kompas, perencana keuangan sekaligus psikolog, Brad Klontz menuturkan, “Girl math hanyalah literasi terbaru dari kita yang mencoba merasionalisasi perilaku keuangan yang kita tahu seharusnya tidak kita lakukan.”

Tren yang menghebohkan media sosial ini serupa dengan “Bougie Broke”, “Girl Dinner”, hingga “Lazy Girl Jobs” yang menawarkan cara-cara menyenangkan untuk mendalami masalah finansial yang dialami dan dirasakan orang-orang.

Contoh Simulasi Girl Math

Dalam keadaan seperti apa istilah ini digunakan? Umumnya, istilah ini digunakan ketika seseorang melibatkan pertimbangan bahwa pembelanjaan di bawah nilai tertentu tidak perlu dihitung.

Selain itu, pembelian yang dibayar secara tunai juga tak perlu dimasukkan ke dalam total pengeluaran keseluruhan. Berbelanja barang yang harganya recehan dan tak terlalu mahal itu bukan masalah dan tidak dianggap penting atau signifikan.

Kemudian, saat berbelanja barang-barang mahal, beberapa orang akan beralasan bahwa barang item tersebut bisa digunakan jangka panjang.

Sebagai contoh, perhitungan girl math, misalnya ada seseorang yang membenarkan diri membeli gaun cantik dan tas branded seharga Rp30 juta. Pertimbangannya, dia merasa lebih untung lantaran gaun cantik dan tas branded semahal itu bisa digunakan berkali-kali untuk 10 tahun ke depan.

Contoh lainnya, seseorang berencana nongkrong di café dengan teman-temannya hari ini dengan budget Rp300 ribu. Namun, rencana tersebut dibatalkan temannya. Orang itu lantas menganggap dirinya beruntung karena Rp300 ribu tersebut boleh dihabiskan dua kali lipat untuk acara hangout di hari esok.

Mencermati contoh simulasi girl math yang lainnya, misal, seseorang menyimpan uang dalam bentuk elektronik (e-money). Lalu, dia membeli kopi dan menggunakan e-money untuk membayarnya. Menurut logika girl math, dia dengan mudahnya berpikir dan menyepelekan bahwa kopinya itu gratis, lantaran tidak memotong uang tunainya di rekening bank.

Today Online menuturkan, pola pikir girl math beranggapan bahwa membeli barang saat diskon itu sama dengan sukses menabung. Jika seseorang membeli pakaian Rp500 ribu yang di diskon jadi Rp200 ribu, itu berarti dia memperoleh untung Rp300 ribu.

Sedangkan girl math dalam ulasan CBS News disimulasikan sewaktu seseorang menyebut sudah nonton konser gratis karena tiketnya sudah dibeli sedari lama. Atau ketika seseorang melakukan perawatan kulit dengan harga selangit dengan alasan itu adalah investasi untuk jangka panjang.

Sementara itu, laporan Forbes mengatakan, girl math menjadi istilah tren yang digunakan untuk membenarkan kebiasaan belanja di bawah Rp500 ribu itu sama dengan gratis. Atau sewaktu seseorang membayar belanjaannya dengan uang cash, itu termasuk gratis karena saldo di rekening tidak berkurang.

Keuntungan dan Kelemahan Girl Math

loader

Pro dan kontra memang jamak dan selalu ada, termasuk dalam tren yang fenomenal ini. Sebagian orang beranggapan bahwa ini adalah hal buruk dan melemahkan. Sementara yang lain masih melihat dari sisi terangnya yang dapat menguatkan dan memberdayakan.

Menurut J.P. Krahel, seorang profesor akuntansi dari Loyola University Maryland, Amerika Serikat, perempuan bisa merugi akibat konsep girl math. Ia mengatakan, tren ini dapat menguatkan stereotip perempuan tak pintar matematika dan bodoh mengatur uang.

Namun, Kelly Ann Winget selaku ahli keuangan justru berpendapat sebaliknya. Ia memaparkan, girl math sebenarnya punya sisi positif karena membantu para wanita lebih sadar akan apa yang dibeli dengan uang yang dibelanjakannya.

Dengan catatan, girl math baik jika perempuan menjustifikasi pengeluaran yang tak memperburuk kesejahteraan keuangan mereka. Karena pada akhirnya, setiap orang harus bertanggung jawab terhadap kondisi finansial mereka masing-masing, termasuk saat pembuatan keputusan dalam berbelanja, seperti ditukil dari Business Insider.

Faktanya, jika tidak saksama dan berhati-hati, penilaian dari sudut pandang ini bisa memicu para wanita untuk berbelanja dengan tidak bijak. Secara umum, konsep yang jenaka ini dianggap sebagai perhitungan matematis yang buruk karena menjustifikasi kebiasaan pengeluaran yang sembarangan.

Dan terpenting, terdapat stereotip yang sejatinya harus dipatahkan di balik trend yang fenomenal ini. Hal ini adalah anggapan bahwa wanita tak pandai matematika dan tak cakap dalam mengatur keuangannya.

Hendaknya, girl math ini bisa menunjukkan kepada dunia bahwa wanita pun cakap, logis, kritis dan rasional—bukan hanya dalam mengumpulkan harta kekayaannya saja, tapi juga dalam mengatur keuangannya.

Jadi, Apakah Girl Math Jebakan?

Jawaban singkat dan sederhananya, ya, girl math cenderung berpotensi menjebak. Penilaian ala girl math yang seringkali tak rasional dan tak masuk akal ini bisa menjadi jebakan yang membahayakan keuangan jika tak disikapi dengan kehati-hatian.

Kemungkinan besarnya, perhitungan ala girl math bisa membuat seseorang jatuh miskin. Terlepas dari apapun gendernya, persepsi ini berpotensi menjebak seseorang yang tak begitu cakap finansial untuk merasionalkan spending ceroboh dan shopping sembrono yang tidak cerdas serta bijak.

Dalam hal ini, perempuan berada di posisi yang rawan untuk dirugikan. The Jakarta Post mengungkapkan, faktanya, industri jasa keuangan sering kali gagal untuk terhubung dengan perempuan.

Ironisnya lagi, perempuan sering kali dipandang rendah dan diremehkan ketika mereka hendak memberdayakan diri dan mencari nasihat keuangan. Padahal, perempuan merupakan kekuatan vital (dan juga sasaran penting) dalam belanja konsumen secara global.

Namun mirisnya, perempuan malah kerap merugi secara finansial. Ini mencakup isu kesenjangan upah serta rendahnya self-efficacy dalam sektor keuangan.

Seperti yang diungkapkan Kelly Ann Winget tadi, girl math bisa berdampak positif, terutama mengingat perempuan mempunyai sejumlah pertimbangan dalam membeli sesuatu. Selama pembelian tertentu tidak mengganggu kesejahteraan finansial secara keseluruhan, maka itu adalah hal yang baik.

Sering kali perempuan lebih aware dalam memilih kualitas hidup yang lebih baik. Namun, penting untuk diingat bahwa ada harga sepadan yang harus dibayarkan untuk ditukar dengan kualitas terbaik itu. Untuk itu, tentukanlah prioritas spending dan shopping dengan secerdas dan sebijak mungkin.

Jadikan Girl Math Sebagai Motivasi untuk Glow-Up Financially

Girl math memang tidak memberikan nasihat keuangan yang tepat sasaran apalagi ramah dan bersahabat bagi kaum hawa. Namun, cambukan bernada seksis dan misogini ini bisa menjadi katalisator agar perempuan lebih bersinar dan level-up di ranah keuangan pribadinya.

Trend dan fenomena ini hendaknya mendorong perempuan untuk lebih memberdayakan diri sehingga menjadi lebih cakap dan andal dari segi keuangan. Secara tak langsung, munculnya istilah ini dapat dijadikan bahan introspeksi dan evaluasi dalam pemberdayaan diri wanita.

Apakah kamu sudah lebih mengambil kendali serta lebih bertanggung jawab terhadap keuangan pribadimu? Apakah kamu sudah mendidik dan melatih diri agar tidak terjebak dalam logika girl math yang berpotensi merugikan ini?

Masih menyoal memberdayakan perempuan, girl math juga menantang kesenjangan gender yang nyata adanya di sektor ekonomi bisnis dan finansial. Pasalnya, dalam masyarakat, perempuan kerap diasumsikan tidak cakap mengatur keuangan dan tidak pintar berhitung.

Perempuan juga seringkali dipandang lebih inferior serta kurang kritis, kurang literasi finansial, kurang berpendidikan, kurang pengetahuan, dangkal dan kurang mendalam, tidak masuk akal dan tidak rasional dalam berbelanja, hingga tidak begitu pandai atau terampil mencari nafkah.

Girl math hendaknya menjadi challenge untuk mematahkan semua anggapan stereotip bahwa perempuan itu umumnya lebih boros dan bodoh daripada laki-laki. Apakah memang benar demikian? Atau, apakah Kartini masa kini merasa terpanggil untuk membuktikan sebaliknya?