Apa Itu Redlining? Praktik Diskriminatif yang Buat Kalangan Tertentu Tak Bisa Mengakses Layanan Keuangan

Tidak dapat dipungkiri jika jasa keuangan, baik itu, pinjaman atau kredit, mampu memberi banyak manfaat bagi masyarakat secara umum. Sebagai contoh, karena harganya yang mahal, kebanyakan orang hanya bisa mewujudkan impian memiliki hunian pribadi dengan mengajukan layanan KPR atau Kredit Pemilikan Rumah. Dengan manfaatnya tersebut, layanan keuangan seperti kredit dan pinjaman seharusnya bisa diakses oleh semua kalangan tanpa terkecuali asal disesuaikan dengan kondisi keuangan. 

Hanya saja, pada praktiknya, ada beberapa hal yang kerap menjadi penghalang seseorang untuk bisa mengajukan layanan pinjaman. Beberapa di antaranya bahkan bersifat diskriminatif dan kurang etis untuk dilakukan. Contohnya adalah sebuah praktik diskriminatif pada layanan jasa keuangan yaitu redlining. 

Lantas, apa maksud dari istilah redlining dan mengapa tindakan tersebut tak seharusnya dilakukan oleh penyedia jasa keuangan? Nah, untuk menjawab pertanyaan tersebut, simak penjelasan tentang apa itu redlining, dampak, dan faktor yang seharusnya mempengaruhi peluang seseorang bisa mendapatkan layanan kredit berikut ini. 

Baca Juga: 14 Jenis Cyber Crime, Kejahatan Internet yang Merugikan

Bingung cari Kartu Kredit Terbaik? Cermati punya solusinya!

Bandingkan Produk Kartu Kredit Terbaik!  

Pengertian Redlining

loader

Tindakan Diskriminatif adalah Pemicu utama Redlining

Seperti yang telah dijelaskan sedikit sebelumnya, redlining adalah suatu praktik diskriminatif yang membatasi suatu layanan terhadap kelompok masyarakat tertentu berdasarkan faktor ras atau etnisnya. Biasanya, praktik diskriminatif ini ditemukan pada layanan jasa keuangan, misalnya kredit atau pinjaman. 

Dalam kata lain, redlining bisa diartikan sebagai praktik diskriminatif pada jasa keuangan, yang mana etnis, ras, atau kelompok masyarakat tertentu tak bisa mengakses layanan jasa keuangan. Sebagai contoh, masyarakat dari kalangan tertentu cenderung lebih sulit untuk bisa mengajukan layanan KPR atau kartu kredit tanpa ada alasan yang jelas. 

Langkah tersebut umumnya dilakukan oleh lembaga finansial mengingat buruknya data histori kredit dari kelompok masyarakat yang bersangkutan. Misalnya, kelompok masyarakat tertentu secara agregat sering kali mengalami masalah kredit macet atau gagal bayar saat mengajukan pinjaman. 

Tentunya, praktik diskriminatif ini tak seharusnya dilakukan oleh lembaga keuangan. Pasalnya, penilaian kredit harus dilakukan dengan dasar kualifikasi setiap individu yang mengajukannya, bukan faktor kelompok atau kalangan masyarakat tertentu secara agregat. Sehingga, bisa dipahami jika praktik redlining merupakan tindakan ilegal dan menyalahi hukum yang tak seharusnya dilakukan oleh penyedia layanan finansial mana pun. 

Sejarah Praktik Redlining

Berdasarkan sejarah, istilah redlining diperkenalkan pertama kali oleh John McKnight, seorang sosiologis, di tahun 1960an. Istilah tersebut merupakan turunan dari red line atau garis merah di peta yang digambarkan oleh pemerintah federal serta institusi finansial, yang mana garis tersebut menandakan pembatasan kelompok demografis yang ingin mereka danai dengan yang tidak.

Umumnya, untuk kasus di Amerika Serikat, lingkungan yang memiliki ras Afrika Amerika bakal diberi tanda redline ini. Suatu badan investasi pernah menemui jika institusi finansial lebih tertarik untuk memberikan kredit atau pinjaman pada warga berkulit putih dengan pendapatan rendah dibandingkan dengan ras Afrika Amerika dengan tingkat penghasilan menengah ataupun tinggi sekalipun. 

Praktik redlining sendiri dimulai oleh pemerintah federal ketika membagi lingkungan real estate berdasarkan dari ras di tahun 1930an silam. Di waktu tersebut, pemerintah memberi batasan wilayah yang mempunyai profil kredit “risiko tinggi”, yang mana praktik redlining real estate tersebut masih dapat ditemui hingga masa sekarang. 

Selain itu, berdasarkan studi yang dilakukan di tahun 1996, terkuak fakta jika properti yang ada di dalam red line ini masih mempunyai nilai 50 persen lebih rendah ketimbang properti yang berada di area yang dianggap oleh pemerintah mempunyai risiko KPR “kecil”. Terkait disparitas harga tersebut sayangnya semakin memburuk selama kurun waktu 2 dekade selanjutnya. 

Contoh dari praktik redlining tidak hanya ditemukan pada program pinjaman KPR saja. Tapi, beberapa layanan pinjaman atau jasa keuangan lainnya juga terkadang terdapat praktik diskriminatif ini pada calon nasabahnya. Hal tersebut berlaku pada layanan pinjaman kuliah, kartu kredit, serta asuransi. 

Guna mencegah terjadinya praktik diskriminatif tersebut, pemerintah Amerika Serikat telah menerbitkan UU Reinvestasi Komunitas di tahun 1977. Kendati demikian, masih ada saja pihak yang menemukan praktik redlining ini dilakukan oleh oknum tertentu pada institusi finansial. 

Baca Juga: Pasar Monopoli: Pengertian Beserta Keuntungan dan Kekurangannya

Dampak Praktik Redlining

Berdasarkan sejarahnya, praktik redlining pernah dilakukan oleh pemerintah federal dalam konteks real estate dan menandai lingkungan yang dianggap berisiko untuk mendapatkan pinjaman KPR berdasarkan dari ras. Imbas dari praktik tersebut pada pasar real estate masih bisa ditemui hingga beberapa dekade selanjutnya. 

Di tahun 1996, rumah atau properti di lingkungan yang telah diberi garis merah memiliki nilai yang lebih rendah dibanding properti yang dianggap aman untuk pinjaman kredit. Bahkan, kesenjangan tersebut mencapai lebih dari 50 persen, dan terus memburuk selama 2 dekade berikutnya. 

Sebagai contoh, salah satu perbankan di Amerika Serikat diketahui melakukan yang namanya “corporate redlining” di tahun 2008 berbarengan dengan terjadinya krisis keuangan. Berdasarkan temuan sebuah jurnal bisnis, diketahui jika pemberian pinjaman pada bisnis milik kalangan ras kulit hitam menurun sebesar 84 persen, dibanding dengan penurunan pengajuan dari nasabah secara umum sebesar 53 persen. Pada laporan tersebut ditemukan pula adanya tren yang secara umum memberi tingkat pinjaman lebih rendah pada bisnis yang berada di lingkungan masyarakat kulit hitam dibanding dengan lingkungan masyarakat kulit putih.  

Dampak terparah terkait praktik redlining sendiri ternyata tak sekadar pada aspek kondisi ekonomi saja. Mengacu pada studi di tahun 2020, diketahui jika sejarah praktik redlining, disinvestasi, dan pemisahan kawasan tinggal berdasar golongan atau ras tidak hanya menurunkan tingkat kesejahteraan kalangan minoritas saja. Tapi, hal tersebut juga mempengaruhi kesehatan, tingkat kematian, dan angka harapan hidup pada kawasan redline. 

Redlining Adalah Tindakan Ilegal

Berdasarkan keputusan pengadilan, redlining ini menjadi praktik yang ilegal untuk dilakukan oleh lembaga pinjaman. Pasalnya, menjadikan lingkungan, ras, atau etnis tertentu sebagai basis pengecualian untuk mengakses layanan pinjaman merupakan hal yang menyalahi aturan hukum. 

Sebagai tambahan, Fair Housing Acts yang merupakan bagian dari gerakan hak sipil di tahun 1968 melarang tindakan diskriminasi apa pun, termasuk pada layanan pinjaman pada individu di lingkungan tertentu berdasarkan aspek ras. Walaupun begitu, sesuai hukum yang berlaku, pengecualian terkait akses layanan pinjaman tak berlaku jika didasarkan atas basis faktor geologi, seperti zona banjir atau kawasan rentan gempa bumi

Faktor yang Seharusnya Menjadi Pertimbangan Pemberian Pinjaman

Pada dasarnya, sesuai dengan aturan dan ketentuan hukum, secara hukum bank bisa mempertimbangkan sejumlah faktor tertentu dalam menguji kelayakan seseorang untuk mendapatkan pinjaman. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah beberapa faktor yang seharusnya dijadikan pertimbangan terkait pemberian pinjaman pada nasabah. 

  1. Sejarah atau Skor Kredit

    Pemberi kredit atau pinjaman, sesuai aturan hukum, memiliki hak untuk mengevaluasi kelayakan kredit seseorang berdasarkan dari sejarah atau skor kreditnya. Hal ini sebagaimana ditentukan pada skor FICO serta laporan biro kredit. 

  2. Pendapatan

    Selain itu, pemberi pinjaman juga bisa mempertimbangkan sumber pemasukan reguler dari pihak pemohon. Beberapa hal yang termasuk sebagai pendapatan ini adalah pekerjaan, investasi, kepemilikan bisnis, serta anuitas. 

  3. Kondisi Aset Properti

    Faktor lainnya adalah pemilikan aset properti, di mana lembaga pemberi kredit bisa mengevaluasi properti yang bakal dijadikan sebagai jaminan pinjaman. Evaluasi ini juga dapat mencantumkan kondisi properti ataupun lingkungan di sekitarnya, dan harus didasarkan dengan pertimbangan ekonomi.  

  4. Fasilitas Lingkungan & Layanan Kota

    Di samping itu, pemberi pinjaman juga bisa mempertimbangkan fasilitas yang mampu meningkatkan atau menurunkan nilai properti. Beberapa contohnya adalah fasilitas lingkungan serta layanan kota.

  5. Portofolio Layanan Pemberi Pinjaman

    Terakhir, layanan pemberi pinjaman bisa mempertimbangkan persyaratannya memberi pinjaman untuk mempunyai portofolio terdiversifikasi. Hal ini mencakup informasi terkait wilayah, jumlah pinjaman, dan jenis struktur. 

    Tentunya, lembaga pemberi pinjaman diharuskan untuk mengevaluasi seluruh faktor yang disebutkan di atas tanpa melihat agama, ras, suku, jenis kelamin, asal kebangsaan, dan beragam hal lain yang sifatnya diskriminatif. 

Redlining Adalah Praktik yang Tak Seharusnya Ada Sejak Awal

Jika mengacu dari sejarah, redlining terjadi karena adanya diskriminasi ras yang menyulitkan kelompok tertentu untuk bisa mendapatkan layanan jasa keuangan. Mampu memberi beragam dampak negatif terhadap kesejahteraan kelompok masyarakat tertentu, praktik redlining sejatinya tak seharusnya ada sejak awal. Meski telah dianggap ilegal secara hukum, bentuk diskriminasi ini masih bisa ditemukan hingga sekarang.

Baca Juga: Modus Penipuan KTA yang Wajib Diwaspadai