Jadi Salah Satu Ancaman Terbesar Dunia Crypto, Apa Pengertian dan Cara Kerja 51% Attack?

Dalam dunia crypto, Bitcoin dikenal sebagai salah satu mata uang crypto yang unggul dan digadang-gadang terbesar saat ini. Semenjak pertama kali diluncurkan di tahun 2007 lalu, jaringan Bitcoin menggunakan metode algoritma konsensus berupa proof of work atau PoW dalam mengamankan aset crypto yang terdesentralisasi di dalamnya dari beragam risiko kecurangan dan penipuan. 

Pada dasarnya, metode PoW tersebut memiliki tujuan menyulitkan para oknum penipu yang berniat untuk mencuri atau meretas data atau aset dengan menulis ulang kode blockchain serta membalikkan transaksi yang dikira sudah selesai. Jika dibandingkan dengan teknologi di industri keuangan konvensional, metode pengamanan pada jaringan blockchain Bitcoin memang dirasa lebih unggul. 

Meski begitu, bukan berarti jika jaringan tersebut tak memiliki risiko apa pun yang perlu diantisipasi. Salah satu risiko yang paling besar mengancam dunia crypto, khususnya jaringan blockchain dengan sistem PoW adalah 51% attack. Risiko serangan tersebut sendiri pernah terjadi di sejumlah jaringan blockchain dan memicu kerugian besar, seperti pada Bitcoin Cash dan Ethereum Classic.

Yang menjadi pertanyaan, apa pengertian dari 51% attack, cara kerja, hingga risiko yang ditimbulkannya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, simak penjelasan tentang apa itu 51% attack dan sederet hal penting seputarnya berikut ini. 

Bingung cari investasi Reksa Dana yang aman dan menguntungkan? Cermati solusinya!

Mulai Berinvestasi Sekarang!  

Apa Itu 51% Attack?

loader

Bisa juga disebut sebagai serangan 51%, pengertian 51% attack adalah suatu penyerangan pada sistem blockchain. Serangan tersebut dilakukan oleh oknum tak bertanggung jawab dengan cara berhasil meraih kepemilikan hingga 50 persen lebih dari seluruh hashing power suatu jaringan. Serangan ini juga memiliki nama lain majority attack, di mana bisa berisiko memicu kekacauan pada kondisi jaringan blockchain. 

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, jaringan blockchain mempunyai cara kerja via mekanisme konsensus. Apabila ada pihak yang berhasil menguasai setidaknya 51 persen hashing power sebuah jaringan blockchain, mereka bisa mengambil alih mekanisme konsensus tersebut. Sehingga, mereka bisa saja melakukan modifikasi atas sebuah transaksi dengan sengaja dan membuatnya tidak bisa dikonfirmasi, maupun melakukan yang namanya double spending. 

Yang dimaksud dengan double spending sendiri adalah kondisi yang mana aset digital pada sebuah jaringan blockchain digandakan atau dipalsukan. Umumnya, token atau koin hasil penggandaan atau pemalsuan ini digunakan sampai 2 kali. Padahal, penggunaan token pada dasarnya hanya bisa dilakukan sekali, dan praktik double spending ini membuat sistem operasi dari jaringan blockchain bisa terganggu. 

Risiko 51% attack ini lebih tinggi terjadi pada jaringan blockchain yang mempunyai hashing power rendah. Alasannya karena oknum yang melancarkan aksi ini lebih gampang dalam mengambil alih mayoritas daya komputasi yang dibutuhkan. Oleh sebab itu, semakin besar jumlah miner yang berpartisipasi pada jaringan blockchain, termasuk jumlah sumber daya yang terdapat di dalamnya, risiko terjadinya 51% attack bisa semakin ditekan. 

Cara Kerja 51% Attack

Pada dasarnya, risiko serangan 51 persen terjadi saat oknum pelaku berhasil mengambil alih lebih dari 50 persen keseluruhan hashing power jaringan blockchain. Caranya bisa dengan membuat 2 blockchain berbeda. 

Pada teknologi blockchain, pembuatan blok baru yang disertai hash maupun solusi matematika bakal disiarkan pada seluruh penambang pasca solusi berhasil ditemukan. Apabila terdapat penambang maupun kelompok penambang yang menguasai 50 persen atau lebih dari daya komputasi, mereka bisa memutuskan untuk tak menyiarkan hashing miliknya. 

Melalui adanya 2 blockchain, artinya penambang yang mau memanipulasi data bisa memasukkan transaksi Bitcoin di blockchain versi yang baru. Mereka bisa membeli sebuah barang menggunakan token Bitcoin. Sebelum token tersebut dikonfirmasi, para pelaku bisa menambang pada blockchain alternatif yang mana transaksi token Bitcoin yang diakukan tidak termasuk. 

Mining pada blockchain memiliki prinsip demokrasi serta mengacu pada mayoritas. Artinya, rantai yang paling panjang pada jaringan blockchain bakal dianggap sebagai chain yang paling benar bagi seluruh penambang. 

Dengan prinsip tersebut, hal ini bisa mengecoh penambang lain, di mana pelaku serangan 51% perlu terus melakukan verifikasi baru serta terus berusaha untuk menciptakan blok baru guna bersaing dengan rantai blok yang sebenarnya, cara ini memerlukan daya yang sangat besar, serta nyaris tak mungkin dilakukan pada jaringan blockchain yang besar, sebagai contoh Bitcoin. Tapi, di jaringan blockchain kecil, risiko serangan ini begitu rentan terjadi sehingga perlu diantisipasi dengan cara yang tepat. 

Baca Juga: Dompet Bitcoin: Jenis dan Rekomendasi Terbaiknya untuk Menyimpan Aset Bitcoin

Jenis Serangan yang Dilakukan saat 51% Attack

Secara umum, terdapat 2 jenis serangan 51% yang umumnya dilakukan, yaitu double spending dan pemblokiran transaksi. Berikut adalah penjelasan dari kedua jenis serangan dari 51% attack tersebut. 

Double Spending Pemblokiran Transaksi

Double spending atau menggandakan pengeluaran merupakan jenis serangan yang dilakukan dengan mengirim token crypto yang sama ke sejumlah orang berbeda. Misalnya, sebuah token dikirimkan pada 2 orang berbeda, yang mana pengiriman aset pertama ditampilkan pada publik via blockchain penyerang.

Di sisi lain, tanpa disadari, melalui hashing power yang dimiliki, penyerang juga diam-diam menambang blok pada transaksi pembelanjaan ke orang kedua, dan tidak ditampilkan pada jaringan.

Ketika transaksi pada orang pertama berhasil dikonfirmasi di blockchain publik, oknum penyerang bakal menampilkan block tambang yang tersembunyi miliknya di dalam jaringan. Pada block tersebut terlihat jika mereka sudah melakukan transaksi menggunakan token yang sama untuk orang kedua serta sudah dikonfirmasi.

Alhasil, transaksi yang terkirim pada orang pertama dibatalkan.
Daya menambang yang besar menjadikan penyerang bisa menciptakan blockchain lebih panjang dibanding yang aslinya serta memvalidasi block buatannya.

Hal tersebut membuat transaksi buatannya terlihat seperti asli serta valid, padahal merupakan hasil manipulasi. Pelaku 51% attack pun bisa mendapatkan aset atau token dari 2 korbannya tersebut.

Siapa saja yang bisa mengontrol mayoritas hashing power akan bisa memutuskan transaksi yang bakal disertakan di blok selanjutnya. Oleh karena itu, pelaku 51% attack bahkan bisa memutuskan untuk menciptakan blok yang sepenuhnya tanpa transaksi alias kosong.

Cara Mencegah Risiko 51% Attack

Sebagai pencipta jaringan Bitcoin, Satoshi Nakamoto menjelaskan jika biaya transaksi pada jaringannya merupakan insentif untuk para node yang tetap jujur. 51% attack bisa dicegah melalui jaminan jaringan Bitcoin makin terdesentralisasi. 

Risiko terjadinya serangan ini pada jaringan Bitcoin bisa dibilang hampir mustahil, bahkan mendekati nol. Para miner dan sekelompok penambang memerlukan daya komputasi luar biasa besar agar bisa memberi ancaman 51% attack. 

Mereka perlu mengalahkan jutaan miner lain dengan nilai modal mencapai miliaran USD agar bisa mendapatkan mayoritas kekuatan hash. Hal tersebut tentu menjadi argumen jika dalam menjaga keamanan jaringan Bitcoin, jaringannya dibuat tak ramah lingkungan sebab membutuhkan jumlah daya yang begitu besar. 

Miner juga tak dapat memakai superkomputer agar bisa memberi risiko serangan 51% ini sebab perangkat tersebut masih tidak cukup kuat untuk mengalahkan jutaan jumlah komputer yang sekarang tengah aktif beroperasi untuk mining Bitcoin. Tidak hanya sulit, daya listrik yang dibutuhkan untuk menjalankan perangkat agar bisa memberi risiko 51% attack pada jaringan Bitcoin juga sangat besar sehingga tak menguntungkan saat dilakukan.  

Baca Juga:  Mengenal Maker atau MKR, Governance Token Pertama yang Ada di Pasar Aset Kripto

Contoh Nyata Kasus 51% Attack

Kasus serangan 51% pernah terjadi di tahun 2014, di mana mining pool ternama GHash.IO pernah melebihi ambang batas 51 persen serta mendominasi hashrate dari mining Bitcoin. Saat hal tersebut terjadi, komunitas Bitcoin seketika mencari solusi atas ancaman tersebut.

Imbasnya, berita tentang serangan 51% tersebut membuat nilai token BTC merosot ke nominal 600 USD. Guna meredam kepanikan, GHash.IO menyatakan untuk tak akan membolehkan mining pool memiliki lebih dari 40 persen keseluruhan hashrate. Tidak hanya itu, perwakilannya juga mengimbau miner lain agar memberi contoh yang baik demi kenyamanan dan keamanan komunitas. 

Semakin Besar Kapasitas Jaringan, Risiko 51% Attack Akan Menjadi Lebih Kecil Terjadi

Meski menjadi salah satu ancaman bagi teknologi blockchain, tapi 51% attack bisa ditangani dengan meningkatkan kapasitas dari jaringannya. Semakin pesat pertumbuhannya, jaringan blockchain akan menjadi lebih kuat mencegah risiko serangan51%. Karenanya, guna terhindar dari risiko tersebut, pastikan memilih jaringan blockchain yang besar ketika memutuskan untuk bermain crypto.

Baca Juga: Jadi Sarana Investasi Praktis Penuh Cuan, Yuk Kenalan dengan Emas Digital dan Cara Belinya