Fatwa MUI Tentang Asuransi, Apakah Haram atau Halal?

Memiliki asuransi bisa menjadi usaha perlindungan finansial terhadap hidup di masa depan karena kita tidak tahu hal apa yang mungkin terjadi baik itu asuransi harta, asuransi jiwa, asuransi kesehatan, ataupun asuransi perjalanan.

Dengan asuransi hal-hal buruk yang menimpamu akan mendapatkan biaya ganti rugi oleh perusahaan asuransi dengan melakukan klaim. Artinya, asuransi memiliki manfaat perlindungan bagi siapa saja yang terdaftar sebagai peserta asuransi, baik asuransi yang dikelola pemerintah maupun pihak swasta.

Sebagai contoh, kamu terkena musibah dan mengalami kecelakaan sehingga mengharuskanmu dirawat inap di rumah sakit. Untungnya, kamu memiliki asuransi kesehatan sehingga semua biaya berobat dan rumah sakit akan ditanggung oleh pihak asuransi. Jadi, kamu tidak perlu khawatir lagi secara finansial.

Hanya saja, tidak semua masyarakat Indonesia sadar akan pentingnya memiliki asuransi sebagai bentuk perlindungan diri pribadi. Bahkan, sebagian umum masyarakat masih memandang asuransi memiliki unsur yang merugikan dan bertentangan dengan agama.

Terkait hal ini, asuransi di Indonesia ternyata telah memiliki fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), berikut ulasan lengkapnya.

Fatwa MUI  Tentang Asuransi

loader

Asuransi syariah di Indonesia sendiri telah hadir sejak lama yakni mulai tahun 1994, yaitu dengan didirikan PT Syarikat Takaful lndonesia (Takaful lndonesia).

Ketahui bahwa Islam tidak melarang seseorang untuk memiliki asuransi. Asuransi diperbolehkan asalkan dana yang terkumpul dikelola sesuai dengan syariat-syariat Islam.

Hal ini disebutkan dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) NO: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman asuransi syariah. Fatwa tersebut memuat tentang bagaimana asuransi yang sesuai dengan syariat agama islam.

Berikut ringkasan pandangan MUI terhadap asuransi yang perlu diketahui:

1. Bentuk Perlindungan

Dalam kehidupan, kita memerlukan adanya dana perlindungan atas hal-hal buruk yang akan terjadi. Hal ini ditegaskan oleh fatwa MUI NO: 21/DSN-MUI/X/2001 menyatakan, “Dalam menyongsong masa depan dan upaya mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko dalam kehidupan ekonomi yang akan dihadapi, perlu dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini.”

Salah satu upaya solusi yang bisa dilakukan adalah memiliki asuransi yang dikelola dengan prinsip-prinsip syariah. Asuransi dibutuhkan guna perlindungan terhadap harta dan nyawa secara finansial yang risikonya tidak dapat diprediksi.

Hal-hal yang umumnya diasuransikan adalah rumah, kendaraan, kesehatan, pendidikan dan nyawa. Dengan memiliki asuransi, kamu tidak perlu khawatir akan risiko yang akan menimpa karena risiko tersebut dapat diminimalisir dan mendapat ganti rugi.

2. Unsur Tolong Menolong

Semua ajaran agama yang ada pasti mengajarkan sikap tolong-menolong terhadap sesama. Dalam kehidupan sosial tolong-menolong dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, baik secara finansial maupun kebaikan.

Fatwa MUI NO: 21/DSN-MUI/X/2001 menyebutkan di dalam asuransi syariah terdapat unsur tolong-menolong diantara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai syariah.  

Baca Juga: Asuransi Syariah: Jenis Produk dan Ketentuan Menggunakannya

3. Unsur Kebaikan

Dalam setiap produk asuransi syariah mengandung unsur kebaikan atau istilahnya memiliki akad tabbaru’. Secara harfiah, tabbaru’ dapat diartikan sebagai kebaikan.

Aturannya, jumlah dana premi yang terkumpul disebut hibah yang nantinya akan digunakan untuk kebaikan, yakni klaim yang dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.

Adapun besarnya premi dapat ditentukan melalui rujukan yang ada, misalnya merujuk pada tabel mortalita untuk menentukan premi pada asuransi jiwa dan tabel morbidita untuk menentukan premi pada asuransi kesehatan, dengan syarat tidak memasukkan unsur riba dalam perhitungannya.

4. Berbagi Risiko dan Keuntungan

Dalam asuransi yang dikelola secara prinsip syariah, risiko dan keuntungan dibagi rata ke orang-orang yang terlibat dalam investasi. Hal ini dinilai cukup adil dan sesuai dengan syariat agama karena menurut MUI, asuransi hendaknya tidak dilakukan dalam rangka mencari keuntungan komersil.

Risiko yang dimaksud adalah risiko yang terjadi pada salah satu peserta asuransi yang terkena musibah, maka ganti rugi (klaim) yang didapat dari peserta asuransi yang lain. Dengan kata lain, saat seorang peserta mendapat musibah peserta lain juga ikut merasakannya. Begitu juga dengan keuntungan yang didapat.

Dalam asuransi syariah keuntungan yang didapat dari hasil investasi premi dalam akad mudharabah dapat dibagi-bagikan kepada peserta asuransi dan tentu saja disisihkan juga untuk perusahaan investasi.

5. Bagian dari Bermuamalah

Muamalah merupakan bagian dari hukum islam yang mengatur hubungan antar manusia. Contoh hubungan yang diatur dalam islam adalah jual beli dan perdagangan. Hal tersebut juga menjadi landasan dari asuransi syariah.

Menurut MUI asuransi juga termasuk bagian dari bermuamalah karena melibatkan manusia dalam hubungan finansial. Segala aturan dan tata caranya tentu saja harus sesuai dengan syariat islam. Jadi dalam berpartisipasi dalam bermuamalah, kamu dianggap ikut serta dalam menjalani perintah agama.

6. Musyawarah Asuransi

MUI menegaskan dalam ketentuan berasuransi, jika  salah  satu  pihak  tidak  menunaikan  kewajibannya  atau  jika terjadi  perselisihan  di  antara  para  pihak,  maka  penyelesaiannya dilakukan   melalui   Badan   Arbitrasi   Syari’ah   setelah   tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

Baca Juga: Pengertian Asuransi Syariah dan Perbedaannya dengan Asuransi Konvensional

Akad dalam Asuransi Syariah

loader

MUI juga menegaskan aturan akad yang digunakan dalam asuransi. Akad yang dimaksud adalah perikatan antara peserta asuransi dengan perusahaan asuransi.

Di dalam akad tidak boleh terdapat unsur gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat karena tujuan akad adalah saling tolong-menolong dengan mengharapkan ridha dan pahala dari Allah.

Terdapat 3 jenis akad dalam asuransi syariah yang perlu diketahui, yaitu

1. Akad Tijarah

Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. Maksud tujuan komersial dalam asuransi syariah adalah mudharabah, yakni investasi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi yang dananya didapati dari dana premi peserta asuransi. Hal ini dilakukan guna mendapatkan keuntungan karena dalam asuransi syariah, perusahaan asuransi diwajibkan melakukan investasi.

2. Akad Tabbaru’

Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-menolong, bukan hanya untuk tujuan komersial. Dana premi yang terkumpul menjadi dana hibah yang dikelola oleh perusahaan asuransi. Selanjutnya, dana hibah yang terkumpul digunakan untuk klaim asuransi bagi peserta yang terkena musibah.

3. Akad Wakalah bil ujrah

Akad Wakalah adalah akad di mana peserta memberikan kuasa kepada perusahaan asuransi dengan imbalan pemberian ujrah (fee). Sifat akad wakalah adalah amanah, jadi perusahaan asuransi hanya bertindak sebagai wakil (yang mengelola dana) sehingga perusahaan tidak menanggung risiko terhadap kerugian investasi. Selain itu juga tidak ada pengurangan fee yang diterimanya oleh perusahaan, kecuali karena kecerobohan atau wanprestasi.

Baca Juga: Tabungan, Investasi, atau Asuransi: Pilih yang Mana?

Bingung cari asuransi kesehatan terbaik dan termurah? Cermati punya solusinya!
Pilih Jenis Perlindungan
Pilih Jenis Kelamin
Pilih Tanggal Lahir
Pilih Bulan Lahir
Pilih Tahun Lahir
Pilih Tipe Asuransi

Jangan Ragu Miliki Asuransi

Penjelasan fatwa MUI tentang asuransi memperbolehkanmu untuk memiliki asuransi sebagai suatu bentuk perlindungan terhadap risiko ekonomi yang tidak dapat diprediksikan di masa depan. Fatwa MUI menegaskan asuransi diperbolehkan selama produk asuransi tersebut dikelola dengan prinsip syariah.

Kini jangan ragu lagi untuk memiliki asuransi dan lindungi diri dan keluarga. Cerdas dalam memilih produk asuransi yang sesuai dengan kebutuhan akan berdampak positif terhadap kebahagian keluarga.