Divestasi Bukan Sinyal Bangkrutnya Perusahaan

Divestasi merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan di dunia perekonomian. Kata-kata ini pada dasarnya memiliki artian yang sebaliknya dari Investasi yaitu keputusan sebuah perusahaan atau individu untuk melepas aset atau saham yang dimiliki.

Banyak yang berpendapat, keputusan perusahaan atau individu untuk melakukan divestasi adalah sebuah pertanda yang buruk. Banyak yang hanya beranggapan, keputusan ini hanya dilakukan ketika usaha yang dimiliki berada di ambang kebangkrutan. Sehingga, pemilik bisnis harus menjual beberapa asetnya untuk menutupi kerugian dan berusaha menyelamatkan usaha yang dimiliki. 

Beberapa, bahkan berpikir divestasi dilakukan karena usaha yang dimiliki sudah bangkrut, Jadi harus menjual asetnya untuk membayar utang.

Padahal, divestasi adalah salah satu aktivitas biasa yang dilakukan oleh pebisnis. Ketika mereka menambah aset dengan investasi, maka divestasi alias menjual aset juga perlu masuk ke pertimbangan. Berikut ini merupakan beberapa motifnya.

Baca Juga: Kesalahan dalam Melakukan Investasi dan Cara Memilih Investasi yang Tepat

3 Alasan Divestasi Malah Memberi Keuntungan

loader

Divestasi

  1. Berusaha untuk Konsentrasi ke Bisnis Utama

    Selain dilakukan oleh seorang individu, terhadap aset-aset pribadinya. Divestasi juga dilakukan oleh pemilik bisnis. Terutama, mereka yang memiliki lebih dari satu bisnis, yang berasal dari berbagai bidang.

    Misalnya, seorang pebisnis awalnya hanya memiliki usaha kuliner menjual ayam geprek. Seiring berjalannya waktu dan pemasukan yang sudah stabil. Pemilik bisnis tersebut, ingin memulai bisnis baru di bidang pakaian.

    Setelah berjalan beberapa tahun, ternyata bisnis kuliner ayam gepreknya akan melakukan ekspansi lagi. Kali ini, mereka berusaha memperluas target pasarnya ke konsumen menengah ke atas.

    Sehingga, mereka pun perlu melakukan ekspansi ke sebuah pusat perbelanjaan strategis dan mencoba untuk melakukan inovasi menu baru yang cocok di lidah konsumen menengah ke atas.

    Hal tersebut tentunya akan membutuhkan konsentrasi dan modal yang lebih. Nah, ini merupakan alasan yang tepat bagi pemilik bisnis tersebut untuk melakukan divestasi. Dengan cara menjual usahanya di bidang pakaian dan lebih berkonsentrasi ke bisnis utama. Divestasi bisa dilakukan oleh pebisnis dengan menjual usahanya secara keseluruhan. Pilihan ini, dinilai menjadi pilihan yang bijak. Terutama, jika pemilik usaha tidak memiliki modal lebih. 

  2. Harga Jual Aset Sedang Tinggi

    Alasan yang satu ini, tidak hanya dilakukan oleh pemilik bisnis yang memiliki aset di usaha lain. Tapi, juga individu yang memiliki aset pribadi yang digunakan sebagai tabungan semata. Mulai dari emas, properti, saham, dan lain-lain.

    Motif atau alasan yang satu ini dilakukan untuk menambah keuntungan pemilik bisnis atau individu pemilik aset. Aset yang dimiliki tentunya akan berkurang setelah melakukan penjualan. Namun jika dihitung jumlah kekayaannya, mereka tergolong untung karena menjual aset dengan harga yang lebih mahal dari sebelumnya. 

    Pertimbangan untuk melakukan divestasi dengan motif ini pun harus dipikirkan matang-matang. Apakah nantinya ingin memiliki aset di bidang yang sama lagi atau tidak.

    Alasan lainnya yang perlu dipikirkan oleh pemilik aset adalah fluktuasi kenaikan aset yang dimiliki. Misalnya, untuk pemilik properti. Ambil saja contoh di Jakarta, yang sudah minim rumah. Mengingat lahan yang semakin minim, karena penduduknya pun terus bertambah.

    Nah, dari alasan tersebut bisa disimpulkan bahwa properti di Jakarta akan terus bertambah dan tidak akan pernah turun. Pemilik aset harus berpikir, apakah mereka bisa mendapatkan aset yang sama lagi di masa depan?

    Pertimbangan kedua, adalah perbedaan dari harga jual yang sekarang dengan harga beli. Jika kedepannya pemilik aset tidak akan bisa memiliki aset yang sama tapi tetap memutuskan untuk menjual. Maka ada selisih yang harus diperhatikan.
    Jika hanya memberikan sedikit keuntungan, ada baiknya jika pemilik aset untuk bersabar terlebih dahulu. Sampai aset yang dimiliki memiliki selisih jual yang cukup signifikan dari harga beli. Barulah, pemilik aset bisa menjual hartanya yang berupa properti tersebut.

    Baca Juga: Seperti Apa Peran Manajer Investasi dalam Mengelola Reksa Dana? Cek di Sini

  3. Mencegah Kebangkrutan 

    Bukannya menjual karena rugi, justru keputusan divestasi yang satu ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kebangkrutan. Setidaknya, untuk menghindari pengeluaran yang tidak perlu. 

    Motif yang satu ini dilakukan setelah pemilik aset melakukan evaluasi terlebih dahulu. Terutama jika aset yang dimiliki merupakan sebuah usaha. Harus ada beberapa pertimbangan yang dilakukan, sebelum memutuskan untuk mengambil keputusan ini.

    Seperti, dengan menghitung jumlah keuntungan yang didapat oleh usaha tersebut. Apakah usaha tersebut mengalami penurunan atau pemasukannya cenderung stagnan.

    Usaha yang memiliki pemasukan stagnan, merupakan usaha yang masih untung. Anda hanya perlu melakukan inovasi baru untuk menarik pelanggan baru. 

    Beda lagi, jika usaha yang dimiliki memiliki penurunan keuntungan. Maka keputusan divestasi, merupakan usaha yang bijak untuk mencegah bangkrutnya usaha. Karena pemilik usaha tidak lagi mendapatkan untung, sedangkan pengeluaran harus terus dilakukan untuk mendukung kegiatan produksi.

    Pemilik usaha bisa menjual usaha tersebut, dengan menjual sahamnya secara keseluruhan ke orang lain atau juga bisa menjual setengah dari sahamnya. Pilihan terakhir, adalah menutup usaha dan menjual harta yang dimiliki usaha tersebut.

    Hal ini juga bisa dilakukan oleh orang yang memiliki aset secara pribadi. Misalnya, jika Anda memiliki properti di sebuah komplek yang terpencil. Properti tersebut, awalnya hendak disewakan sebagai kontrakan.
    Sedangkan, aksesnya yang sulit dijangkau membuat properti tersebut tidak diminati. Nah, ini merupakan salah satu alasan sebuah pemilik aset untuk melakukan divestasi. Terutama, jika Anda sendiri tidak ada pikiran untuk tinggal di properti tersebut di masa depan.

    Lokasi yang tidak strategis akan memengaruhi harga jual properti. Meskipun akan terus bertambah, harganya pun tidak akan signifikan. 

    Apalagi, jika properti itu akan digunakan untuk lahan bisnis sewa kontrakan. Pemilik harus mempertimbangkan pengeluaran mereka untuk merawat properti. 

    Jika ternyata pengeluarannya lebih banyak ketimbang naiknya harga. Maka pemilik harus mempertimbangkan lebih lanjut untuk menjual properti.

Alasan Eksternal Perusahaan untuk Divestasi

Jika semua alasan di atas merupakan alasan internal perusahaan melakukan divestasi. Ada pula alasan lain sebuah perusahaan melakukan divestasi yakni adanya paksaan dari pihak ketiga.

Biasanya, pihak eksternal yang menjadi alasan sebuah perusahaan maupun individu melakukan divestasi berasal dari pihak berwajib. Seperti pemerintah setempat atau kreditur dari bank yang digunakan oleh pemilik usaha.

Ada berbagai macam alasan kenapa pemerintah memaksa seorang pemilik usaha, atau individu melakukan divestasi, seperti: 

  1. Merupakan aset milik negara. Hal ini biasanya terjadi pada kepemilikan tanah. Terutama, mereka yang mendapatkan tanah tersebut secara turun-temurun. Hanya menggunakan patok sebagai tanda kepemilikan, tidak ada pengesahan secara hukum. Sehingga, pemerintah berhak memaksa pemilik untuk melakukan divestasi, alias diusir.
  2. Harta atau aset yang dimiliki merupakan barang sengketa. Misalnya, ternyata properti yang dibeli oleh seorang individu tersebut merupakan hasil dari kasus korupsi. Pemerintah memiliki kewenangan penuh untuk memaksa individu tersebut melakukan divestasi. Alasannya adalah, untuk menutupi kerugian yang diderita oleh negara karena secara tidak langsung aset tersebut dibeli menggunakan aset negara. 
  3. Aset dijadikan jaminan. Pihak lainnya yang bisa memaksa seorang pemilik usaha, atau individu untuk melakukan divestasi adalah kreditur. Terutama, jika pemilik usaha atau individu tersebut memiliki utang yang tidak bisa dibayar. Sedangkan mereka memasukkan aset tersebut, sebagai jaminan. Maka kreditur memiliki hak penuh untuk menyita barang yang dimiliki yang bersangkutan karena perjanjian yang dimiliki.

Alasan tersebut, tentunya tidak akan menghasilkan keuntungan sama sekali karena dilakukan secara paksa. Hasil dari divestasi tersebut, akan digunakan untuk membayar utang yang dimiliki oleh pemilik aset.

Jadi memang benar tidak semua divestasi berkonotasi buruk. Namun, beberapa divestasi memang memiliki motif yang negatif juga. 

Baca Juga: Netizen Wajib Tahu Apa itu Inklusi Keuangan, Manfaat dan Programnya Biar Melek Keuangan