Panduan Lengkap Tentang Yield Farming Sebagai Cara Baru Dapat Cuan di Dunia Crypto

Sebagai salah satu aset berbasis digital yang tengah naik daun, tidak mengherankan jika mata uang crypto seiring waktu kian populer dan dikenal oleh banyak orang. Selain digadang-gadang akan menjadi kiblat dari dunia ekonomi di masa depan, crypto juga menawarkan berbagai potensi keuntungan dan imbal hasil menjanjikan kepada setiap pemiliknya.

Salah satu cara untuk mendapatkan keuntungan atau hadiah dari dunia crypto adalah melalui yang namanya yield farming. Secara umum, yang dimaksud dengan yield farming adalah sebuah cara mendapatkan reward melalui aset crypto. Mempunyai nama lain liquidity mining, yield farming bisa dipahami pula sebagai penambangan likuiditas. 

Meski bisa menjadi cara untuk mendapatkan cuan di dunia crypto, tapi tetap pahami jika proses ini mempunyai risiko dan kekurangannya sendiri. Untuk itu, sebelum kamu menggunakan metode yield farming untuk mendapatkan keuntungan dari aset kripto, simak dulu panduan lengkap seputarnya yang telah Cermati rangkum berikut ini.

Baca Juga: Jadi Aspek Penting di Dunia Crypto, Ini Panduan tentang Total Value Locked atau TVL

Mulai Berinvestasi Emas Sekarang!

Apa Itu Yield Farming?

loader

Yield Farming

Seperti yang telah dijelaskan sedikit sebelumnya, yield farming adalah salah satu praktik untuk bisa mendapatkan keuntungan dari crypto. Pada dasarnya, yield farming dilakukan dengan cara menempatkan aset crypto untuk dipinjamkan dan ditahan pada sebuah platform DeFi. 

Nama lain dari yield farming adalah liquidity mining atau penambangan likuiditas. Ketika liquidity provider atau penyedia likuiditas berperan sebagai user dan menempatkan aset crypto miliknya pada liquidity pool, proses liquidity mining baru akan bisa bekerja. Dalam kata lain, liquidity provider berperan sebagai pihak pemberi pinjaman crypto pada pengguna lain. 

Terkait yield farming, ada beberapa hal yang penting untuk kamu ketahui. Salah satunya adalah ketika crypto dimasukkan pada liquidity pool, pengguna yang memberi pinjaman akan mendapat hadiah atau reward. Umumnya, jumlah hadiah yang bisa didapatkan tersebut disesuaikan dengan jumlah crypto yang dipinjamkannya pada pengguna lain, serta mengacu pada kebijakan platform yang digunakan.

Hubungan Yield Farming dan DeFi

Bagi yang belum tahu, decentralized finance atau DeFi adalah sebuah sistem finansial digital terdesentralisasi dan teknologinya saat ini terus berkembang dengan pesat. Melalui perkembangan dari decentralized finance ini, muncul berbagai metode baru pada dunia crypto, salah satunya adalah yield farming

DeFi sendiri menawarkan kesempatan bagi pemilik crypto untuk meminjamkan aset tersebut kepada pengguna lain yang membutuhkannya. Hal tersebut bisa dilakukan dengan mengubah kontrak pintar atau smart contract, sehingga aktivitas pinjaman tersebut bisa bekerja tanpa membutuhkan perantara dengan catatan masih terus terhubung pada jaringan internet. 

Yield farming atau liquidity mining menjadikan yield farmer bisa mempunyai crypto serta mendapatkan imbal hasil melalui kepemilikan aset tersebut. Selain itu, mereka juga bisa dianggap mendapat crypto melalui aset crypto yang dipunyainya. Caranya dengan menghibahkan aset tersebut pada pengguna yang lainnya.

Tentang Cara Kerja dari Yield Farming

Cara kerja dari yield farming sendiri adalah pemilik aset crypto mengumpulkan dananya dan menempatkannya di liquidity pool. Fungsi dari liquidity pool sendiri adalah menjadi tempat untuk bisa menyediakan aset crypto kepada pengguna lain. Tidak hanya itu, kolam likuiditas ini juga menjadi wadah untuk saling bertukar aset crypto dengan token jenis ERC-20.

Ketika menempatkan asetnya di liquidity pool, pengguna akan dikenai biaya tagihan dengan nominal tertentu. Biaya tersebut akan diberikan pada penyedia likuiditas, dan nominalnya disesuaikan dengan jumlah yang diberikan pada liquidity pool. Distribusi dari token baru yang sudah dimasukkan pada protokol bakal membantu kolam likuiditas untuk mendapat perputaran dana. 

Semakin banyak jumlah token yang ada pada sebuah protokol, artinya jumlah aset yang tersimpan di kolam likuiditas juga semakin besar. Hal tersebut bisa memberikan keuntungan terhadap seluruh pihak yang tergabung di dalamnya, termasuk untuk melakukan yield farming.

Baca Juga: Jadi Salah Satu Ancaman Terbesar Dunia Crypto, Apa Pengertian dan Cara Kerja 51% Attack?

Keuntungan dari Melakukan Yield Farming

Melalui proses yield farming, return of investments yang bisa didapatkan oleh investor crypto jauh lebih tinggi. Terlebih jika investor sudah melakukan proses ini semenjak awal peluncurannya, peluang untuk mendapat imbal hasil sudah pasti lebih besar.

Beberapa platform liquidity pool akan mengambil dan menempatkan sebagian aset crypto milik pengguna untuk memastikan ada perputaran dana di dalamnya. Peminjaman tersebut secara otomatis dilakukan dengan platform lain. Jadi, perputaran dananya bisa menjadi lebih stabil dan terus meningkat. 

Risiko Yield Farming yang Harus Diantisipasi

Meski menawarkan keuntungan berupa imbal hasil yang lebih besar, tapi tetap pahami jika yield farming juga memiliki risiko yang harus bisa diantisipasi. Risiko liquidity mining berkaitan dengan kontraknya. Ketika menempatkan aset pada platform DeFi yang dikelola oleh pengembang dengan likuiditas kecil, hal tersebut berpeluang memunculkan bug terkait pemrograman perangkat kontraknya. 

Saat ada perubahan audit pada proses pengecekan, hal tersebut akan memicu munculnya bug yang dapat mengancam aset pengguna yang telah terkunci pada protokol. Dampaknya, aset tersebut bisa hilang dan tak dikembalikan. 

Di samping itu, ekosistem DeFi yang bergantung terhadap penyusunnya menjadikan protokol rentan mengalami gangguan kapan saja. Apabila terdapat sebuah blog penyusun mengalami masalah, semua ekosistem jaringan juga akan terganggu. Dalam kondisi lebih parah, hal ini bisa menyebabkan kerugian pada para pengguna yang sudah memberi pinjaman serta menghilangkan return yang telah didapatkan. 

Perhitungan Imbal Hasil Yield Farming

Imbal hasil dari yield farming umumnya akan dihitung per tahun, dan metrik yang digunakan ialah Annual Percentage Rate atau Annual Percentage Yield. Kedua jenis metrik tersebut mempunyai perbedaan dalam hal penggabungan token. Pada Annual Percentage Rate, nilai yang dihitung adalah compounding token, sementara untuk Annual Percentage Yield tak menghitung nilai tersebut. 

Penggunaan metrik ini sebenarnya lebih baik jika dihitung tiap minggu, atau bahkan tiap hari. Pasalnya, hasil perhitungan dari kedua metrik tersebut tak dapat secara akurat diprediksi. Alhasil, jika dilakukan harian atau mingguan, hasilnya bisa menjadi lebih tepat dan menguntungkan ketimbang dihitung secara tahunan. 

Cara Mendapat Cuan dari Yield Farming

Melakukan yield farming bisa dibilang gampang-gampang susah, apalagi yang belum terlalu memahaminya. Hal ini dikarenakan kamu perlu mempunyai strategi matang agar bisa melakukannya dan mendapatkan cuan. Selain itu, kamu juga perlu mencari tahu platform yang menawarkan fitur ini, termasuk jenis token dan besaran imbalan yang diberikan. 

Tak kalah penting, perhatikan pula risiko dan cara untuk mengantisipasinya agar bisa menyiasati potensi kerugian atau hal buruk yang diakibatkannya. Hal tersebut sangat penting untuk dilakukan, khususnya bagi pengguna yang meminjamkan aset dengan strategi ini. 

Waspadai juga terkait volatilitas yang tidak jarang terjadi pada yield farming. Dengan begitu, kamu tak akan mengorbankan aset yang dimiliki, dan lebih mungkin untuk mendapat imbal hasil dari bunga yield farming. 

Beda Yield Farming dengan Staking

Selain yield farming, aktivitas lain yang dikenal oleh investor atau trader crypto dalam mendapatkan keuntungan darinya adalah melalui staking atau pertaruhan. Antara yield farming dengan staking tentu mempunyai sejumlah perbedaan. Perbedaan yield farming dan staking sendiri bisa dilihat dari 4 aspek berikut ini. 

  1. Mekanisme

    Mekanisme pada yield farming jika dibanding staking bisa dibilang lebih kompleks. Pasalnya, investor perlu lebih dulu menentukan jenis token dan platform yang hendak digunakan, di mana masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangannya tersendiri. Terkait imbal hasilnya sendiri bergantung dari nominal token yang diberikan di liquidity pool dan dituntut untuk aktif berpindah platform maupun token agar bisa mendapat imbal hasil lebih optimal.

  2. Risiko

    Risiko dari yield farming adalah kehilangan nilai aset crypto dan adanya potensi rug pull maupun peretasan smart contract. Sedangkan pada staking, risiko utama yang mengintai adalah peretasan jaringan, volatilitas harga crypto, serta kehilangan kemampuan cut loss karena penguncian selama periode tertentu. 

  3. Keuntungan

    Terkait keuntungan, karena memiliki mekanisme lebih kompleks dan berisiko tinggi, peluang imbal hasil yield farming lebih besar ketimbang staking. Bahkan, keuntungan yield farming dapat mencapai 100 persen. Sedangkan pada staking, imbal hasil tahunan biasanya berkisar 5 sampai 14 persen dan bersifat tetap, serta pengelolaannya bisa dilakukan secara pasif.

  4. Time Horizon

    Terakhir, terkait durasi investasi, yield farming lebih fleksibel ketimbang staking dan tak membutuhkan fase lock-up. Meski begitu, staking bisa langsung memberi imbal hasil harian, meski untuk jangka pendek belum tentu akan maksimal. 

Gunakan Sesuai Kebutuhan, Yield Farming Bisa Jadi Cara Cari Cuan dari Crypto

Intinya, yield farming adalah salah satu metode yang mampu memberi keuntungan. Tapi, penggunaannya dituntut harus bijak dan sesuai kebutuhan. Tentunya, jangan jadikan metode ini sebagai satu-satunya cara meraih keuntungan dan kombinasikan dengan cara lain

Baca Juga: Mengenal Mekanisme Konsensus, Program Penyangga Aktivitas di Dunia Crypto dan Blockchain